Kisah Sukses Kopi Selo Parang, Bertahan Dihantam Pandemi dengan Inovasi

Proses sangrai biji kopi Selo Parang. (deny/MVoice)

MALANGVOICE – Kopi Selo Parang menjadi salah satu produk binaan PJT Perum Jasa Tirta 1 dari kerjasama program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang sukses berkembang.

Kopi produksi pasangan Siswanto dan Yetik Ratnaningsih ini mampu berkembang dengan baik sejak 2019.

Di rumahnya yang sederhana di Dusun Gagar, Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Siswanto menjadikannya pabrik pengolahan kopi. Mulai penjemuran biji kopi, sangrai, hingga penggilingan dilakukan secara baik menggunakan teknik dan alat tersendiri.

Baca Juga: KY Respon Laporan Advokat Edan Law Soal Putusan PN Kepanjen

“Bersama Nyata Dalam Karya” PNM Salurkan Paket Gizi Bantu Tekan Stunting

Produksi kopi Selo Parang. (deny/MVoice)

Meski hanya diproduksi rumahan, Kopi Selo Parang sudah bisa bicara banyak dengan pengiriman ke beberapa daerah, selain Malang Raya juga ke Probolinggo, Pasuruan, Surabaya, hingga Bali.

Siswanto mengatakan, ia menyewa lahan milik Perhutani seluas 2 hektare dengan ketinggian 1.000 mdpl. Di kawasan bukit sana, kemudian ditanami berbagai jenis bibit kopi.

“Selo parang saya ambil dari nama lokasi kebun kopi saya yang mana Selo berarti batu sedangkan parang berarti tebing atau bisa diartikan yang lain yaitu senjata, karena perkebunan berada di tebing batu maka saya namanya kopi Selo parang,” kata Siswanto.

Semangat Siswanto pun tak pudar meski hampir bangkrut dihantam Pandemi Covid-19. Beruntung ia masuk dalam proyek bantuan TJSL pada 2021 sehingga bisa melanjutkan produksi kopi sampai sekarang.

Bantuan yang diterima adalah permodalan dam pemasaran. Dari modal itu ia rupakan menjadi mesin sangrai.

Kini, dengan berbagai alat yang dimilikinya, dia sudah mampu menghasilkan 12 ton biji kopi dengan cita rasa khas yang tetap terjaga.

Bahkan kini, Siswanto juga sudah mengembangkan produksi bubuk kopinya ke dalam beberapa varian. Mulai dari robusta, kopi robusta fermentasi, kopi lanang, kopi arabica hingga excelso.

“Dulu itu cuma bisa hampir satu ton produksi kopi. Sekarang bisa 12 ton,” lanjutnya.

Berkat kegigihan dan kreativitasnya, harga kopi bisa ikut meningkat drastis. Mulanya hanya Rp70 ribu, kini mencapai Rp120 ribu hingga Rp150 ribu.

Sementara itu Direktur Operasional Perum Jasa Tirta 1, Ir Milfan Rantawi MM, mengaku bersyukur bantuan yang diberikan kepada pelaku UMKM bisa bermanfaat dengan baik, salah satunya produk Kopi Selo Parang.

Bantuan yang diberikan ini memang bertujuan untuk menjadikan UMKM naik kelas.

“Pertama sudah ada proses modernisasi, kemasan bagus. Proses sangrai udah modern dan tak hanya mempercepat proses waktu, tapi rasa juga lebih baik. Artinya kualitas kopi berhak naik kelas. Tugas PJT 1 adalah bagaimana UMKM yang ada bisa baik kelas,” kata Milfan.

Ke depan, Milfan berharap modernisasi UMKM bisa membawa produk lokal mendunia. Total ada sekitar 400 UMKM binaan di bawah PJT I di seluruh wilayah kerjanya yakni WS Brantas, WS Bengawan Solo, WS Jratun Seluna, WS Serayu Bogowonto, dan WS Toba Asahan, semua didorong untuk segera ekspansi atau ekspor.

“Kami pengen sampai situ naik kelasnya UMKM kita. Yang tidak mudah itu globalisasi. Pasti strategi produk harus bener. Semuanya akan kami bantu. Makanya teman-teman UMKM butuh pembinaan tidak hanya kasih modal,” tutupnya.(der)