MALANGVOICE – “Pak Muhadjir itu bisa menjadi role model. Dia seorang guru besar. Menjadi menteri dua kali. Menjadi Ketua PP Muhammadiyah. Pintar ngaji juga pintar menyanyi. Jarang sekali tokoh demikian,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir.
Haedar mengungkapkan itu saat peresmian Perguruan Muhammadiyah Caruban, Madiun, beberapa waktu lalu. Yang dia maksud adalah Prof Dr Muhadjir Effendy Map, Menteri Koordinator bidang Permberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).
Saat ini Muhadjir juga menjadi Ketua I PP Muhammadiyah. Di samping itu juga guru besar Universitas Negeri Malang (UM). Ketua Dewan Pengawas Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Ia menjabat Mendikbud pada Kabinet Jokowi Jilid 1.
Baca Juga: Ketua Askot PSSI Kota Malang Minta Maaf dan Lakukan Pembenahan
Muhadjir dikenal pintar mengaji Quran, termasuk qiraat (membaca dengan lagu). Dalam Tanwir Muhammadiyah di Samarinda tahun 2014, panitia kebingungan mencari pembaca Quran untuk acara pembukaan. Bayangkan betapa hebohnya jika Tanwir tanpa diawali dengan qiraat bak rawon tanpa kluwak.
“Masak warga Muhammadiyah sebanyak ini tidak ada yang bisa qiraat,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsuddin.
Muhadjir maju ke mimbar untuk qiraat. Ia membaca surah Maryam 1-15. Bacaannya tartil. Mahrajnya sempurna. Suaranya merdu. Kalangan qari (pembaca Quran) mengakui bacaan ayat-ayat ini rumit. Ada yang nadanya sangat tinggi, ada yang sangat rendah. Butuh nafas panjang.
Baca Juga: Kenaikan Biaya Sekolah Ikut Andil Naikkan Inflasi Kota Malang
Ayat ini yang sering dibaca Muhadjir saat menjadi qari sejak muda di banyak acara seperti pernikahan, keagamaan. Bacaan ini pula yang mengantar dia juara musabaqah tilawatil Quran di Madiun saat remaja. Di samping surah Maryam, yang sering dia baca antara lain, Surah Al Isra 1-11, surah Ali Imran 144-150.
Kepiawian membaca Quran itu dia mulai sejak sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Islam, Mojorejo, Caruban, Madiun yang didirikan ayahandanya, Guru Soeroya. Malam hari mengaji di masjid peninggalan kakeknya, Kiai Moh. Tolhah. Berlanjut saat dia sekolah di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Madiun. Dia juga dikenal jago dhibaan barzanji, srokalan (asyraqal badru) dan nasid.
Jangan heran kalau sampai sekarang menyukai lagu-lagu religi terutama dari penyanyi Palestina Maher Zen seperti Ya Nabi Salam Alaika, Barakallah.
Baca Juga: Ketua Askot PSSI Kota Malang Minta Maaf dan Lakukan Pembenahan
Dia juga jago nyanyi lagu-lagu pop, baik Barat maupun Indonesia. Setiap ada kesempatan menyanyi di suatu acara, dia akan menyanyi. Lagu Barat yang ia gemari misalnya, Hello dari Lionel Richie. Lagu pop Indonesia misalnya Kenangan Terindah dari Samson.
Pendekar Suling Sakti
Bukan hanya bisa menyanyi, dia juga bisa menggunakan alat musik mulai seruling, keyboard. Saat mahasiswa IAIN Sunan Ampel Malang, dia kos di Dinoyo berdekatan rumah Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi. Muhadjir hobi meniup seruling bambu pada tengah malam. Alunan suaranya merdu memecah keheningan malam. Lantaran alunan sulingnya, KH Hasyim yang memiliki hubungan sangat akrab dengan Muhadjir menjulukinya “Pendekar Suling Sakti”.
Semasa sekolah di PGAN dia memiliki grup musik dangdut (waktu tahun 1970-an disebut musik melayu). Muhadjir memegang arkodion sekaligus vokal. Di antara lagu yang dia gemari adalah Peristiwa yang Silam yang pernah dinyanyikan Muhsin Alatas, Ida Laila, Kristina. Lagu Harapan Hampa dan Ratapan Anak Tiri karya M Mashabi.
Baca Juga: Bapenda Pemkot Malang Gulirkan Program Pemutihan Pajak Mulai Agustus – Oktober
Muhadjir juga bergabung dengan kesenian jedor. Musik tradisional Jawa yang terdiri dari beduk, kencreng, arkodion. Tahun 1970-an ada improvisasi di kesenian jedor. Selain mengalunkan selawatan sebagai pakem, ditambah dangdutan. Ia biasanya pegang harmonika atau harmonium dan vokal.
Ia juga menggemari kesenian tradisional Jawa karawitan. Ayahandanya kebetulan seorang guru yang juga dalang wayang purwa yang termasyhur di Jawa Timur. Sejak kanak-kanak Muhadjir suka memainkan wayang kulit buatan ayahandanya. Karena kebiasaan memainkan wayang pagi-lagi dan belum mandi sampai diluki “Dalang Kepet”. Wayang buatan ayahandanya ada dua kotak (set). Yang satu kotak disimpan di rumah keluarga, yang satu kotak dihibahkan ke UMM.
Kegemarannya akan karawitan dilanjutkan dengan menghibahkan seperangkat gamelan untuk almamaternya, MI Al Islam Mojorejo. Ia sangat senang saat menengok murid-murid latihan untuk acara di pendopo Kabupaten Madiun.(end)