Buyung, Sosok Panutan Advokat Publik Indonesia

Salmah Safitri, Advokat dan Direktur Eksekutive Omah Munir (fathul/malangvoice)

MALANGVOICE – Meninggalnya pengacara senior Adnan Buyung Nasution menularkan duka bagi advokat dan aktivis LBH (Lembaga Bantuan Hukum) ataupun aktivis HAM di Indonesia.

Salah satu aktivis HAM yang bergiat di Omah Munir, Kota Batu, Salmah Safitri, juga merasakan hal yang sama. Salmah menganggap Buyung sebagai sosok yang dapat dijadikan panutan oleh advokat.

“Saya kira pekerjaan yang paling menyejarah bagi beliau adalah pendirian LBH. Karena sebelumnya tidak ada LBH di Indonesia, beliau yang awali dan juga yang setia di dalamnya,” ungkap Salmah saat berbincang dengan MVoice, Selasa (23/9).

Salmah mengakui kalau dirinya tidak pernah terlibat secara langsung dengan Buyung. Sekali dia pernah ikut kursus 3 bulan di yayasan yang di dirikan oleh Buyung pada tahun 1996, namun waktu itu Ketua Yayasannya sudah berganti ke Luhut Pangaribuan.

“Saya sama beliau tautan umurnya 40 tahunan, jadi istilahnya beda generasi. Namun sebagai senior dan kami berbangga dengan beliau, maka para advokat tahu kiprah beliau,” lanjut Direktur Eksekutiv Omah Munir ini.

Hal yang paling diingatnya dari sosok Buyung, sambungnya, adalah kisah yang ada di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu sendiri. Pernah ada konflik internal yang akhirnya membuat beberapa aktivis keluar dan mendirikan kelompok sendiri-sendiri.

“Akibat dinamika itu, Teten Masduki mundur dan bikin apa begitu saya lupa, Cak Munir membuat KontraS, Hendardi membuat PHBI, dan Abang sebagai pendiri kukuh dan setia pada YLBHI,” papar Salmah.

Katanya, Buyunglah yang membuat para advokat yang berada di dalam LBH mampu menjadi advokat yang handal, smart, dan jenius. Karena tugas advokat yang berada dalam LBH struktural adalah membantu rakyat yang tertindas oleh pemerintah.

Hingga saat ini, LBH-LBH yang tersebar di seluruh Indonesia masih terus konsen menjadi public lawyer guna memperjuangkan nasib buruh (termasuk buruh migran), lingkungan, hingga perempuan dan anak.

“Abang juga yang mengajari kita bahwa hukum itu betul-betul multidimensi. Hukum juga soal sosiologi, antropologi, lingkungan, buruh, juga gender,” tandasnya.