MALANGVOICE– Metode agroforestri (wanatani) digalakkan pemerintah sebagai cara memanfaatkan kawasan hutan untuk difungsikan sebagai areal pertanian maupun perkebunan.
Langkah ini mengintegrasikan konsep pelestarian ekologi dan manfaat ekonomi untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan hutan.
Kawasan hutan seluas 1.700 hektar di sepanjang lereng Gunung Arjuna dimanfaatkan sebagai areal perkebunan kopi. Komoditas itu ditanam di kawasan yang ditetapkan sebagai perhutanan sosial.
Ada empat desa di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu yang memanfaatkan wanatani kopi di areal hutan tersebut, yakni, Giripurno, Bulukerto, Sumbergondo dan Tulungrejo.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menyampaikan, agroforestri sangat tepat dikembangkan di Kota Batu karena wilayahnya dikelilingi bentang alam berupa kawasan hutan.
Hal itu disampaikannya saat meresmikan ‘Kawasan Perdesaan Agroforestri Kopi Lereng Arjuno’ di Wanawisata Coban Talun, Desa Tulungrejo, Kota Batu (Rabu, 14/6).
“Agroforestri meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta melestarikan kawasan hutan. Maka penting membangun sinergi antarpemangku kebijakan dan seluruh lini mendukung permodalan. Sehingga nantinya saat panen bisa disiapkan masuk pasar ekspor,” terang Khofifah.
Baca juga:
Merasa Dianaktirikan, Penyebab Kakak Bakar Dua Rumah Bululawang
Tunggu VER, Satreskrim Polres Malang Bakal Gelar Perkara Laka Kerja PG Kebonagung
Lawan Perdagangan Orang, Polresta Malang Kota Kukuhkan Satgas TPPO
Kunjungan ke Kota Nanning, Sutiaji Belajar Pengembangan Pariwisata dan Budaya
Konsep komunal branding juga perlu disiapkan agar saat panen nantinya, kopi lereng Gunung Arjuno naik kelas. Maka perlu adanya jaminan segi kuantitas, kontinuitas dan kualitas sehingga bisa diserap pasar luar negeri.
Dengan begitu, lanjutnya, Kota Batu punya peluang menjadi sebuah desa devisa. Saat ini di Jawa Timur tercatat ada 102 desa menyandang predikat desa devisa melalui pendampingan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
“Kota Batu punya potensi menjadi desa devisa. Maka, dibutuhkan penguatan kemandirian desa dari berbagai pintu,” imbuh dia.
Baca juga:
Konflik Tenurial Penguasaan Kawasan Hutan Membelit 3 Desa di Kecamatan Bumiaji
4 Desa Kota Batu Ikuti Program PTSL 2023
Ribuan Bibit Kopi Arabika Ditanam di Dusun Brau
Harga Sayur Fluktuatif, Petani di Batu Diajak Beralih Tanam Kopi
Pj Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai menuturkan, dibutuhkan waktu selama dua tahun untuk bisa memanen kopi dari mulai proses penanaman. Nantinya, pengelolaan dan pemasaran hasil produksi kopi dari petani akan dibantu oleh Perhutani dan Pemkot Batu.
“Jadi Perhutani nanti akan mengambil hasil produksi dari petani kita yang ada di lahan perhutani, termasuk nanti soal pasar, Pemkot Batu yang bergerak,” katanya.
Kepala Desa Tulungrejo, Suliono mengatakan, sebenarnya keberadaan lahan tanaman kopi sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Namun, saat ini jumlah lahan kopi yang ada tidak seberapa.
“Dari Belanda di sini sudah ada sentra kebun kopi, tetapi saat ini yang ada hanya ada di pinggiran saja, yang konvensional belum. Yang minat masih pasar lokal, karena enggak ada promosi dan sarpras untuk menanam dengan baik. Paling tidak ratusan kilo saat ini sekali panen,” katanya.
Untuk pengembangan kedepan, di lahan seluas 500 hektar rencananya akan ditanam tanaman kopi jenis arabica. Lahan yang dipergunakan itu saat ini ditanami sayuran dan buah-buahan. Pihaknya selaku pemerintah desa akan siap memberikan bantuan peningkatan pengetahuan penanaman kopi kepada para petani.
“Support desa berupa peningkatan SDM terkait cara pengelolaan kopi, mulai penanaman, pemanenan, proses hasil produksi dan pemasaran,” katanya.(end)