MALANGVOICE – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bersama Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), serta 3 kementerian di bawah naungan Kemenko PMK, yakni Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kementerian agama, menandatangani kesepahaman bersama dengan Bank Indonesia (BI), terkait upaya elektronifikasi penyaluran bantuan sosial.
Menteri Desa PDTT, Marwan Jafar mengatakan, dengan adanya komitmen bersama tersebut diharapkan dana yang disalurkan ke desa akan memenuhi prinsip 6T, yakni Tepat sasaran, Tepat jumlah, Tepat harga, Tepat waktu, Tepat administrasi dan Tepat kualitas.
“Ini satu langkah strategis dan tepat. Mengingat dana-dana yang disalurkan semakin besar. Sebenarnya ini sudah diterapkan, bantuan dana desa disalurkan melalui rekening negara ke rekening kabupaten, lalu dari rekening kabupaten disalurkan ke rekening desa, tidak diberikan secara tunai,” ujarnya.
Menteri mengatakan, tingginya geliat ekonomi di desa akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan lembaga keuangan. Sebab, masyarakat nantinya kan mulai berpikir untuk menyimpan sebagian uangnya sebagai salah satu upaya investasi. Selain itu, masyarakat juga akan berpikir untuk melakukan peminjaman sebagai modal usaha, sehingga akan terjadi perputaran uang di daerah.
“Melihat kondisi ini, perlu adanya peningkatan sarana dan pra sarana teknologi informasi dan komunikasi, agar masyarakat mudah mengakses mobile banking, sms banking, dan internet banking,” ujarnya.
Selain itu menurutnya, perlu adanya deregulasi kebijakan perbankan dengan memasukkan sistem perekonomian inklusif, untuk memberi kemudahan dalam mengakses layanan perbankan kepada pelaku usaha kecil di daerah, terutama masyarakat miskin, penyandang disabilitas, buruh, seperti kemudahan dalam pemberian bantuan permodalan.
“Juga perlu didorong pendirian bank,minimal satu kecamatan memiliki bank cabang terutama di Kawasan Timur Indonesia,” ujarnya.
Menteri Marwan mengatakan, Kementerian Desa PDTT memiliki ruang lingkup kerja di 74.754 desa, 277 kawasan perdesaan, 122 kabupaten tertinggal, 41 kabupaten perbatasan 58 kabupaten rawan konflik, serta 619 kawasan transmigrasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Dana desa yang disalurkan sejak 2015 lalu yakni Rp20,7 Triliun, dan meningkat di 2016 yakni Rp47 Triliun, diharapkan mampu memberikan kesejahteraan masyarakat.
“Secara asumsi, jika 60 persen dari total dana desa digunakan untuk infrastruktur, maka akan berimplikasi pada penyerapan tenaga kerja lebih dari 1,8 juta orang, dengan perhitungan waktu antara 3 sampai 6 bulan. Selain itu, melalui aktifitas pengembangan ekonomi perdesaan, bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 500 ribu orang secara permanen,” ujarnya.
Senada dengan hal tersebut, Gubernur BI, Agus DW Martowardojo mengakui bahwa bantuan di desa sudah dapat mendukung aktifitas perekonomian lebih dari 74 ribu desa. Namun ia mencermati, bahwa penerimaan yang ditargetkan ke desa begitu besar, luas dan tidak ringan.
“Ini cukup memiliki banyak tantangan, bahwa permasalahan yang dialami bagi penerima memerlukan waktu dan biaya. Karena desa dengan lokasi di daerah terpencil dan pulau terluar, membutuhkan waktu dan biaya yang besar,” ujarnya.
Menurutnya, penyaluran bantuan secara elektronik (non tunai) tersebut, akan mengurangi risiko kebocoran dan mengurangi prilaku konsumtif masyarakat. Selain itu, melalui elektronifikasi, dokumen-dokumen keuangan akan bisa diaudit dengan mudah kapanpun.
“Tunai itu rawan kebocoran, nanti yang diterima tidak sesuai dengan jumlah sebenarnya. Kemudian tidak tepat waktu dan tidak tepat sasaran. Kalau elektronik, dokumen setiap waktu bisa diaudit,” ujarnya.