MALANGVOICE- SMA Brawijaya Smart School Malang menampilkan karya film pendek siswa kelas X dan XI di Malang Creative Center (MCC), Sabtu (17/5). Total ada 24 film yang ditampilkan langsung di acara Vixxi 4.0 dengan tema Wiyata Sandhya Astameva.
Ketua Panitia Vixxi 4.0, Widyo Nugroho Adi, mengatakan, sesuai tema tahun ini mengangkat kearifan lokal dan demokrasi.
“Ini event tahunan dari sekolah dalam rangkaian P5 dan memberikan wadah bagi siswa kelas X dan XI untuk menyalurkan kreativitas mereka dalam membuat film pendek,” katanya.

Sebelum memproduksi film, para siswa sudah dibekali dengan materi pembuatan film. SMA Brawijaya Smart School juga bekerja sama dengan banyak pihak termasuk MCC untuk memberikan pelatihan.
Selama satu semester siswa diberikan waktu untuk membuat film pendek berdurasi 5 hingga paling lama 15 menit.
“Ini masuk dalam intra sekolah dengan bimbingan guru Bahasa Indonesia dan Seni Budaya. Sedangkan untuk pembiayaan kami ada subsidi dari sekolah dan siswa bisa mencari sponsor sendiri,” jelasnya.
Pada kegiatan ini baik siswa, guru maupun masyarakat yang terlibat diharapkan dapat mengembangkan kesadaran diri dan hubungan dengan alam semesta, meningkatkan kesadaran spiritual dan filosofis, mengembangkan kompetensi dalam hal kearifan lokal dan memberikan apresiasi terhadap melalui suara demokrasi.
Untuk siswa secara khusus, diharapkan dapat kompetensi literasi, numerasi dan karakter, mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
“Positifnya anak-anak belajar organisasi, belajar kerja sama, mengatur tugas, pembiayaan, paling utama mengatur waktu karena juga masih masa sekolah,” imbuhnya.
Seluruh film yang ditampilkan dinilai tim dewan juri. Film terbaik akan meraih penghargaan dan timnya mendapatkan uang pembinaan. Selain itu karyanya bisa diikutkan di event nasional.
Salah satu siswa SMA Brawijaya Smart School Malang, Manggala Orlin, mengaku antusias mengikuti Vixxi tahun ini. Ia bersama timnya menggarap film pendek berjudul Sesajen bertema horor.
Selama penggarapan film ia bercerita banyak hal yang bisa didapat.
“Kami bisa melatih kekompakan, waktu take film di BTU kami semua kepanasan, kehujanan tapi bersyukur film bisa selesai,” ujarnya.
“Sebelumnya memang perlu banyak pelatihan untuk membuat film dan kami dapat inspirasi dari film horor di Indonesia,” tandasnya.(der)