MALANGVOICE – Warga Desa Duwet, Kecamatan Tumpang yang berprofesi sebagai petani, berduyun-duyun mendatangi bangunan tandon air yang berada di Desa Wringinanom Kecamatan Poncokusumo.
Para petani yang tergabung dalam Penyelamat Sumber Pitu tersebut datang untuk menyegel sebuah tandon air milik Perumda Tugu Tirta Kota Malang.
Ketua Tim Advokasi Forum Penyelamat Sumber Pitu, Zulham Mubarak menjelaskan, penyegelan ini didasari atas kekecewaan masyarakat yang menilai Perumda Tugu Tirta Kota Malang tidak bertanggung jawab atas pengambilan air di Sumber Pitu.
Baca juga:
ProDesa Tuding Perumda Tugu Tirta Lari Dari Kenyataan
“Mereka menuntut komitmen dari Perumda Tugu Tirta Kota Malang (PDAM Kota Malang), Perumda Tirta Kanjuruhan (PDAM Kabupaten Malang), dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, karena tidak membangun jaringan air dan embung bagi petani sekitar,” ucapnya, saat ditemui awak media, Senin (12/9).
“Kompensasi itu tidak dipenuhi, terlebih PDAM Kota Malang yang banyak memanfaatkan mata air itu melalui tandon di Wringinanom,” tambahnya.
Zulham menjelaskan, selama ini PDAM Kota Malang tidak membayar retribusi padahal selama ini menggunakan air dari wilayah Kabupaten Malang, untuk itu puluhan orang dan petani melakukan penyegelan tandon air milik Perunda Tugu Tirta Kota Malang dengan melakukan penggembokan pintu tandon dan pagar.
“PDAM Kota Malang ini menggunakan air di Kabupaten Malang tapi tidak membayar retribusi. Sudah setahun lebih tanpa ada retribusi. Saya minta permasalahan ini segera diselesaikan, ini sudah berlarut-larut,” jelasnya.
Dengan disegelnya tandon air ini, lanjut Zulham, dipastikan sekitar 3 ribu warga Kota Malang tidak teraliri air, karena Perumda Tugu Tirta Kota Malang selalu janji-janji terus.
“Sudah terlalu lama. Sudah tujuh tahun. Yang melakukan penutupan itu ya warga dan petani,” tegasnya.
Sementara itu, Perwakilan Petani dari Sukoanyar, Yatmo menjelaskan, sejak adanya proyek tandon tahun 2015, sawahnya kekurangan air, terlebih sebelum dilakukan pembangunan tandon air tersebut tidak ada sosialisasi, dan para petani tidak berani menenam padi, karena air tidak mencukupi untuk mengaliri sawahnya.
“Saya ini sudah bodoh dan sekarang merasa dibodohi. Bagaimana wakil-wakil dari rakyat ini disampaikan permintaan dari petani tolong ini diperhatikan, karena sangat kurang sekali. Apalagi musim-musim kemarau, para petani selalu bertengkar,” katanya.
Kejadian itu, tambah Yatmo, sudah dua kali mengadu ke DPRD Kabupaten Malang untuk merebut kemanfaatan Sumberpitu
“Solusinya tidak ada nadi tidak ada respons. Katanya mau dibuatkan pipa dan sumur bor lah. Tapi gak ada,” tutupnya.(der)