MALANGVOICE – Polemik yang terjadi proses lelang pengadaan dan pengerjaan proyek secara Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) oleh Kelompok Kerja (Pokja) pemilihan belanja jasa kontruksi di Kota Malang, ternyata bukan hanya sekadar salah ketik.
Banyak kasus dan kejadian yang menyebabkan munculnya sanggahan atas proses tender atau lelang di Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) Kota Malang.
“Kita mengambil langkah sanggah atas proses tender itu semata-mata untuk kebaikan semua, baik dari sisi rekanan maupun dari sisi pemerintahan,” ucap Direktur CV ATTA, Awangga Wisnuwardhana, kepada Mvoice, Selasa (2/11).
Menurutnya, proses sanggah merupakan pembelajaran bagi kedua belah pihak, baik rekanan dan pokja sehingga jangan dianggap bahwa sanggah itu adalah suatu momok
Angga bahkan menegaskan, pada inti dasarnya, polemik ini bukan hanya sekedar salah ketik seperti yang disampaikan oleh Kepala UKPBJ atau Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Malang, Widjaja Saleh Putra, atas proses tender, yang saat ini menjadi trending topik #SALAH KETIK#.
Sebenarnya, sambungnya, dalam proses tender di UKPBJ Kota Malang itu banyak kesalahan, bukan sekadar salah ketik belaka.
“Sepertinya Pemerintah Kota (Pemkot) Malang perlu memberikan pelatihan kepada Kepala UKBJ Kota Malang beserta jajarannya untuk belajar bahasa Indonesia dengan benar, jika yang dimaksud salah ketik itu seharusnya seperti ‘pelebaran’ tertulis ‘pelebarana’,” jelasnya mencontohkan.
Menurut Angga, dalam proses lelang tersebut terlihat banyak kesalahan, seperti pada proses tender minifood center.
Dalam dokumen pemilihan bab Lembar Data Pemilihan (LDP) lelang tertulis sanggah banding ditujukan kepada Dinas Koperasi Dan Perindustrian Kota Malang.
Padahal jelas bahwa proyek minifood adalah milik Dinas Pertanian Dan Ketahanan Pangan Kota Malang.
“Itu salah satunya. Bahkan juga ada kesalahan di proses tender jembatan Lowokdoro. Dalam Berita Acara (BA) penetapan dan pengumuman pemenang tender tertulis nama Satker dan PPK adalah Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang, dengan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) Ibu Lita. Seharusnya yang benar adalah Dinas PUPR Perkim dengan PPK Pak Eko,” terangnya.
Dalam proyek Jembatan Lowokdoro, di Kelurahan Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang itu, lanjut Angga, yang lebih fatal lagi, proses tender sudah selesai di bulan September 2021 lalu.
Namun Pokja pemilihan mengupload yang diduga secara ilegal, tanpa ijin kepada PPK ditampilan SPSE, tentang revisi penetapan dan pengumuman pemenang pada tanggal 26 Oktober 2021.
“Perubahan itu sangat fatal, meskipun surat revisi dibuat bertanggal dan bulan September, akan tetapi diupload pada bulan Oktober. Itu bisa jadi yurisprudensi bagi kami calon peserta tender dipaket lainnya, karena bisa upload dokumen penawaran meskipun proses tender sudah selesai,” bebernya.
Dengan begitu, Angga menegaskan kasus proses lelang di proyek Jembatan Lowokdoro tersebut bukan salah ketik, akan tetapi salah dokumen, yang mana seharusnya dilakukan tender ulang, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Itu sudah jelas pokja melakukan kesalahan dalam proses tender, bukan #SALAH KETIK#. Mungkin lebih dari enam proses tender yang disanggah, beberapa juga dilakukan evaluasi ulang akibat adanya sanggahan masuk,” ungkap Angga.
Sedangkan, untuk proses tender di taman Danau Toba milik dinas lingkungan hidup, dapat saya sampaikan ada kesalahan prosedur bukan #SALAH KETIK#.
“Di proyek itu, rekanan harus memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) SP015 pertamanan, tapi yang ditunjuk sebagai pemenang justru perusahaan yang tidak memiliki persyaratan tersebut,” pungkasnya.(end)