MALANGVOICE – Jika biasanya tas terbuat dari bahan kain, namun tidak dengan pasangan suami istri (pasutri), Sri Sudarman (87) dan Nurhayati (56).
Mereka melihat tumpukan sampah plastik yang menggunung dan mereka sulap menjadi tas.
Nurhayati mengaku jika dia dan suaminya sangat khawatir dengan lingkungan mereka. Menurutnya, jika dibiarkan terus menerus, sampah plastik yang sulit terurai ini akan menjadi limbah dan berdampak pada tanaman sekitar wilayah mereka.
Sejak dua tahun silam Nurhayati mulai mengumpulkan sampah plastik kemudian dijadikan tas unik. Bahkan, tali dari tas tersebut juga dirajut sendiri.
“Sampahnya mulai dari plastik minuman hingga makanan. Karena kalau tidak dibuat seperti ini bagaimana nanti Kota Malang, apa mau tercemar terus? Dari sini saya mulai inisiatif membuat tas. Biasanya saya memilah dari sampah dan dari bank sampah,” katanya kepada MVoice, Rabu (15/8).
Warga Jalan Sumbersari gang 7 ini bahkan dalam satu bulan bisa membuat hingga 10 tas tergantung pemesanan konsumen. “Saya buat sendiri dengan suami saya. Desainnya ya seperti ini, tergantung ada permintaan berapa dari konsumen,” tambahnya.
Harganya pun tak menguras kantong. Dalam satu tas biasa dibanderol dengan harga Rp 65 ribu hingga Rp 150 ribu. Tak hanya tas saja, Nurhayati juga membuat tikar dari sampah plastik ini dengan harga Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu.
“Untuk omzet kadang-kadang per bulannya tidak mesti ya, tapi biasanya sampai Rp 2 juta,” pungkasnya. (Der/Ulm)