Wujudkan Zero Emisi, PT Bina Pertiwi ‘Hijaukan’ Lereng Gunung Arjuno

MALANGVOICE– Upaya mitigasi perlu digencarkan secara kolaboratif untuk mencegah laju perubahan iklim dampak pemanasan global. Krisis iklim tak lepas dari tingginya deforestasi yang mengakibatkan lahan hutan kritis. Seperti perambahan kawasan hutan secara ilegal untuk membuka area pertanian. Padahal ekosistem sumber daya alam hayati merupakan penyangga utama menyerap emisi gas karbon.

Sebagai bentuk untuk mempertahankan fungsi kawasan hutan, PT Bina Pertiwi (BP) melakukan gerakan penghijauan di petak 75B kawasan KPH Perhutani Malang lereng Arjuna Desa Giripurno, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Selasa (5/11).

Langkah ini dalam mendukung program berkelanjutan dan kepedulian terhadap lingkungan. Serta berkontribusi mempercepat realisasi zero emisi yang ditargetkan pada 2060 oleh pemerintah pusat.

Cakupan Kepesertaan UHC Kota Batu Capai 101 Persen

“Kegiatan ini merupakan langkah nyata kami dalam upaya penghijauan dan mendukung kesejahteraan masyarakat sekitar,” ujar Presiden Direktur PT Bina Pertiwi, Mahmudi.

Mahmudi menjelaskan, PT BP merupakan anak perusahaan dari PT United Tractor Tbk yang juga bagian dar Astra Grup. Bina Pertiwi merupakan perusahaan yang berfokus pada bidang pertanian (agriculture), industri, konstruksi, pertambangan, dan energi. Perusahaannya itu bekerja sama dengan Perhutani berkomitmen mengantisipasi perubahan iklim melalui sektor perhutanan. Gerakan penghijauan di kawasan hutan dengan melakukan penanaman 2.448 bibit pohon alpukat aligator.

“Sekarang ini perubahan iklim menjadi isu krusial, karena hutan banyak dirambah untuk faktor ekonomi. Makanya kami melakukan reboisasi dengan menanam 2.448 bibit tanaman alpukat aligator. 24 artinya tahun 2024, tepat di tahun ini Bina Pertiwi berulang tahun memasuki usia 48 tahun,” terang dia.

Mahmudi mengatakan, tanaman alpukat dipilih dari hasil kesepakatan setelah dilakukan diskusi dengan masyarakat bersama aparatur Pemdes Giripurno. Selain itu, tanaman tegakan ini membawa manfaat ganda, dari segi nilai ekonomi dan ekologi hutan. Pihaknya pun turut melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam kurun 1-3 tahun setelah tanam, karena di masa ini merupakan titik krusial.

Karena di usia pertumbuhan 1-3 tahun perlu dilakukan perawatan. Sehingga tanaman ini bisa menghasilkan buah saat antar usia 3-5 tahun pascatanam. Rata-rata bobot buah alpukat aligator bisa mencapai 0,8 kilogram-1,5 kilogram per buah. Selama setahun, satu pohon bisa menghasilkan 100 kilogram-150 kilogram. Sehingga diperkirakan nilai ekonominya bisa menghasilkan sekitar Rp2,5 miliar per tahun dari 2.448 pohon yang ditanam.

“Kami memutuskan memilih tanaman agriculture, seperti alpukat aligator. Intinya pelestarian lingkungan terjaga dan kepentingan masyarakat atas ekonomi terpenuhi. Kalau membawa dampak ekonomi, pastinya muncul rasa memiliki dari masyarakat untuk merawat tanaman ini,” pungkas dia.(der)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait