Wilayah Jawa Timur Berada dalam Ancaman Bencana Hidrometeorologi

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menegaskan gelaran DILA sebagai bentuk membangun kesadaran dan sinergitas dalam rangka memperkuat mitigasi bencana.(MVoice/Pemkot Batu).

MALANGVOICE– Wilayah Jawa Timur berada di bawah ancaman bencana hidrometeorologi, seperti angin puting beliung, banjir, gempa, tanah longsor, dan sebagainya. Meskipun kejadian bencana pada 2023 menurun dibandingkan 2022, namun sinergitas perlu ditingkatkan sebagai bagian dari rencana kontijensi bencana.

Hal itu ditegaskan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa saat menutup kegiatan Disaster Leadership Academy (DiLA) 2024 yang digelar di wanawisata Coban Rais, Kota Batu.

Ia menyampaikan, pada 2022 tercatat total 244 kejadian bencana terjadi di Jatim yang didominasi bencana banjir dan angin kencang. Kemudian di tahun 2023 turun menjadi 117 kejadian bencana yang masih didominasi bencana angin kencang atau pun angin puting beliung.

“Pada tahun lalu tercatat angin puting beliung menjadi bencana alam yang paling banyak terjadi di Jatim. Dan kejadiannya tidak mudah diprediksi. Oleh karena itu kita harus siap siaga bersama, melakukan mitigasi bersama, dan mempersiapkan tim secara komprehensif dengan melibatkan seluruh OPD,” jelasnya.

Khofifah menuturkan, pelatihan DiLA menjadi salah satu upaya untuk membangun kesadaran di seluruh OPD bahwa untuk menanggulangi bencana dibutuhkan sinergitas dan kolaborasi yang kuat antar OPD.

“Jadi bukan hanya BPBD, Dinsos dan Dinkes, namun dibutuhkan gandengan tangan di semua institusi. Maka awareness harus dibangun di seluruh OPD,” Khofifah.

Baca juga:
Polresta Malang Kota Kawal Distribusi 9.808 Bilik Suara ke Lima PPK

Bapenda Luncurkan 288.233 SPPT PBB 2024, Targetkan Realisasi Rp73 Miliar

Semakin Banyak Dukungan, Relawan Optimistis Prabowo – Gibran Menang Satu Putaran

Antusias Masyarakat Merasakan Sensasi Berkendara Honda EM1 e: dan Honda Em1 e: Plus di Mall

Tomoro Coffee Kenalkan Varian Baru Master S.O.E Gunakan Biji Kopi Kintamani

Berdasar data yang dipublikasikan oleh BMKG memprediksikan bahwa pada bulan Februari 2024 curah hujan di Jawa Timur cenderung tinggi ditambah dengan potensi angin kencang.

“Menurut Kepala BMKG, paling lama 3 jam puting beliung baru bisa diantisipasi. Jadi tidak mudah diantisipasi, karena itu bagaimana melakukan mitigasi bersama secara komprehensif. Tidak mungkin BPBD dan TAGANA bekerja sendirian, kita membutuhkan gandengan tangan dengan semua institusi,” tambah Khofifah.

Baca juga:
DILA Digelar di Kota Batu, Ciptakan Tonggak Sejarah dalam Upaya Mitigasi Bencana di Jawa Timur

Visi ‘MBATU’ Dituangkan dalam RPJPD 2025-20245 Kota Batu

Waroeng Steak & Shake Peduli Palestina, Salurkan Bantuan Melalui Baznas

Upaya menyiapkan tim yang komprehensif inilah yang membuat DiLA digelar. Pada pelatihan DiLA ini peserta tidak hanya diberikan materi-materi namun hingga praktek di lapangan seperti dukungan psikososial untuk korban bencana, membangun tenda, menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR), Basic Life Support, hingga permakanan pada saat kebencanaan.

Selain itu, Gubernur Khofifah menyampaikan penguatan sinergitas dan kolaborasi juga dilakukan hingga ke jajaran samping seperti Kodam V/Brawijaya dan Polda Jatim untuk melakukan mitigasi bencana terutama di musim penghujan seperti saat ini.

“Penguatan sinergitas dengan Kodam dan Polda terus kita lakukan. Juga penguatan jaringan di lini paling bawah serta yang tak kalah penting ialah koneksitas dengan rumah sakit di berbagai daerah,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala BPSDM Jawa Timur Ramliyanto dalam laporannya menyampaikan bahwa penyelenggaraan Pelatihan DiLA tahun 2024 ini didasarkan pada kesadaran bahwa penanganan kebencanaan bukan hanya menjadi urusan BPBD namun dibutuhkan sinergitas dan kolaborasi seluruh OPD di Jawa Timur, khususnya yang berasal dari BPBD, Dinsos, BPSDM, Satpol PP, Dinas Perpusakaan dan Kearsipan, hingga Rumah Sakit.

“Kegiatan ini merupakan salah satu ikhtiar kami di BPSDM Jawa Timur untuk implementasikan arahan Ibu Gubernur terkait dengan rembug nyekrup. Sehingga menjadi kesadaran kolektif perangkat daerah yang hadir bahwa urusan bencana bukan sekedar urusan BPBD dan urusan dinas sosial yang terkait namun tetap menjadi urusan kami bersama,” ujarnya.(der)