WALHI Jatim Sarankan Pembangunan Jembatan Kaca Pindah Tempat

Suasana di Jemplang, Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo. (Mvoice/Istimewa).

MALANGVOICE – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur menyarankan rencana pembangunan jembatan kaca dan beberapa infrastruktur lain di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) ditinjau ulang.

Dewan Walhi Jawa Timur, Purnawan Dwikora menilai, jika rencana pembangunan jembatan kaca yang akan dibangun di Jemplang, Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo dapat diproyeksikan untuk dapat meningkatkan ekonomi kerakyatan, maka titik pembangunannya kurang tepat.

“Pemerintah harus benar-benar memahami karakter Tengger, baik masyarakatnya, wilayah hingga kultur budayanya. Apakah orang Tengger hanya jadi tukang parkir atau pengelola jip. Itu akumulasi ekonomi lebih kepada perorangan. Ingat Tengger itu komunal, tidak menekankan kepada perorangan,” ucap pria yang akrab disapa Pupung, saat dikonfirmasi awak media, Sabtu (2/10).

Baca juga; Walhi: Pembangunan Jembatan Kaca Ancam Konservasi Alam dan Kultur Masyarakat Tengger

Menurut Pupung, jika dilihat dari Kacamata WALHI, harus ada keterlibatan langsung dari masyarakat melalui pihak desa dalam tata kelola bentuk investasi tersebut. Salah satunya bisa melalui kepemilikan saham.

“Kalau ingin meningkatkan perekonomian masyarakat, yang dipertanyakan, apakah masyarakat memiliki saham di dalam investasi pariwisata itu?

Itu pertanyaan sedehana saja. Paling juga jadi tukang parkir, jipnya diperbolehkan parkir disitu, atau jualan bunga, jualan kerpus, syal, sewa jaket. Kalau bermanfaat bagi ekonomi kerakyatan harusnya bermanfaat untuk desa,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Pupung, dirinya menilai bahwa titik yang rencananya akan dibangun proyek tersebut juga kurang tepat sebab, dibangun di tempat yang diduga dapat mencederai nilai-nilai kerakyatan itu sendiri.

“Saran yang lebih baik dari WALHI, tinjau ulang pembangunan di kawasan konservasi, dan tidak di situ. Bromo sudah jenuh dengan branding melihat matahari terbit karena di Jemplang salah satu pointnya adalah melihat sunrise, dan itu sudah jenuh. Di Ngadisari matahari terbit, di b29 matahari terbit dan harus dieksplore yang lain,” tegasnya.

Untuk itu, Pupung menegaskan, WALHI menyarankan agar pembangunan tersebut dipindah ke titik lain Desa Ngadas yang memungkinkan masyarakat bisa terlibat secara langsung. Juga agar keindahan panorama kawasan TNBTS dapat lebih dieksplor.

Contoh seperti yang ia sebut adalah pembangunannya ditempatkan di atas ladang-ladang warga sehingga, wisatawan yang hadir bisa disajikan dengan panorama Gunung Semeru.

“Buat lintasan jembatan kaca di desa bisa lihat pemandangan. Kalau dibangun resto atau kedai kopi, ya libatkan penduduk karena di Tengger itu ada kopi klethuk, nah resto itu untuk desa,” katanya.

“adikan desa memiliki saham di perusahaan, itu baru namanya ekonomi kerakyatan, tidak merusak lngkungan, karena Desa Ngadas bukan kawasan konsevasi, meskipun masyarakatnya harus menjunjung tinggi nilai-nilai konservasi,” pungkasnya.(end)