Triwulan Pertama 2024, Kota Batu Dilanda 51 Bencana

Kejadian tanah longsor masih mendominasi di Kota Batu. (MVoice/BPBD Kota Batu).

MALANGVOICE– Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Batu melaporkan terdapat sebanyak 51 kejadian bencana. Laporan itu dihimpun sejak Januari hingga Maret. Mayoritas bencana alam seperti tanah longsor maupun banjir. Serta tercatat 1 kejadian bencana non alam yakni kebakaran.

Bencana alam terbaru yakni pergerakan tanah di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu pada 14 Maret lalu. Peristiwa itu mengakibatkan keretakan pada 10 bangunan rumah warga, gedung fasilitas sekolah dan akses jalan.

Kepala BPBD Kota Batu, Agung Sedayu menuturkan, kejadian bencana banyak terjadi di Kecamatan Bumiaji yakni 28 kejadian, Kecamatan Batu ada 13 kejadian dan 10 kejadian di Kecamatan Junnrejo. Bencana tersebut menimbulkan dampak terhadap 61 orang, 25 rumah rusak, dan 8 rumah terendam dan diantaranya adalah fasilitas sekolah.

Sebelumnya pada 2023, angka kejadian bencana di Kota Batu mencatatkan rekor baru mencapai 206 bencana. Artinya, mitigasi dan kesiapsiagaan perlu ditingkatkan lagi lebih serius, terutama untuk bencana tanah longsor dan banjir bandang.

“Pada triwulan awal 2024 ini, tanah longsor masih menjadi jenis bencana yang mendominasi sebanyak 21 peristiwa tanah longsor. Sementara bencana lainnya yaitu 7 kejadian banjir, 15 cuaca ekstrem, 2 kejadian tanah ambles dan 1 tanah bergerak,” papar Agung.

Baca juga:
Kurt Cobain Diduga Terpeleset dan Hanyut saat Bermain di Pinggir Sungai

Telkomsel Buka Posko Flagship Pelayanan di MOG Malang dan Royal Plaza Surabaya

Free TBC at Workplace Antar Otsuka Grup Raih Penghargaan Exemplar Award

Tanggapi Unjuk Rasa Soal Netralitas, Polri: Tudingan Bisa Akses Sirekap Adalah Hoaks

Sejauh ini, pihaknya telah melakukan pemetaan untuk kerawanan bencana longsor hingga banjir bandang agar tidak terjadi kerugian baik nyawa maupun material. Untuk zona merahnya masih banyak di Kecamatan Bumiaji.

Dari BPBD Kota Batu sendiri telah mewacanakan membuat alat Automatic Weather Station (AWS) untuk mendeteksi ancaman banjir bandang, dengan menggandeng salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Malang.

Alat tersebut nantinya dapat difungsikan dalam mengukur ketinggian muka air di bagian hulu. Jika air di hulu sudah mencapai batas tertentu, maka akan memunculkan notifikasi bahaya yang akan diterima di daerah hilir.

Selain itu, pihaknya juga mewaspadai bencana yang muncul dampak cuaca ekstrem. Ia mengimbau agar masyarakat mematuhi anjuran BPBD dan membatasi aktivitas di luar ruangan.

“Dari hasil pemetaan cuaca ekstrem memang rawan di beberapa tempat. Seperti di Tlekung, Tulungrejo, Sumberbrantas, dan sekitarnya yang mendekati zona merah (rawan),” tandasnya.

Di sisi lain, Akademisi Bidang Geoteknologi Politeknik Negeri Jakarta, Putra Agung menjelaskan, pergerakan tanah di Dusun Brau, Desa Gunungsari disebabkan tingginya kejenuhan air. Sehingga keseimbangan alam perlu diperhatikan. Karena dulunya kawasan itu banyak ditumbuhi pohon-pohon besar sebagai area resapan air.

“Karena dulu kan disini pohon-pohon besar, keseimbangan alam seperti itu, dimana ketika ada tekanan yang besar, tekanan air pori akan dihisap lagi oleh tanamannya,” kata Putra Agung.

Karena itu dia merekomendasikan penanaman pohon untuk mengembalikan fungsi kawasan serta agar menekan tekanan air pori. Apalagi saat ini, di wilayah tersebut menjadi pemukiman dan terdapat fasilitas umum seperti bangunan sekolah, sehingga terjadi hilangnya keseimbangan alam.

“Seperti halnya kita pegang selang, terus dihambat, tekanannya jadi besar, itu terjadi disana, tekanan yang besar ini menggerakkan lapisan atas. Retaknya sedikit demi sedikit, setiap tahun kurang lebih 1-1,5 sentimeter. Enggak ada bunyi, tahu-tahu retak lebar tidak terasa. Dibenerin pernah tapi tetap aja seperti itu,” papar dia.

Menurutnya, di Dusun Brau dapat menjadi sumur raksasa. Hal itu dapat dilakukan dengan penanaman pohon seperti cemara ataupun pinus. .

“Jadi hemat saya dikembalikan ke kondisi alamnya, jadi disini bisa menjadi sumur raksasa dibawah kita untuk air mineral, dan lainnya lebih bermanfaat. Seperti potensi wisata juga bisa, tapi kalau untuk fasilitas umum sangat membahayakan, jadi kalau sudah dikembalikan bisa normal lagi,” jelasnya.(der)