Tim 9 Jelaskan Proses Pengadaan Lahan Polinema Sesuai Prosedur

Didik Lestariyono SH, MH. (istimewa)

MALANGVOICE – Kejaksaan Negeri Tinggi (Kejati) Surabaya melakukan penyelidikan dugaan penyimpangan pengadaan lahan di Politeknik Negeri Malang (Polinema).

Dugaan penyimpangan yang ditemukan penyidik di antaranya, penetapan harga tanah tidak berdasarkan penilaian dari KJPP atas kewajaran harga tanah.

Pengadaan lahan itu berlangsung pada periode kepemimpinan Awan Setiawan saat menjadi direktur Polinema pada 2017-2021. Awan membentuk panitia pengadaan tanah yang disebut Tim 9 pada 2019.

Baca Juga: Sidang Putusan Wahyu Kenzo Ditunda

Depo Arsip, Muara Sumber Pengetahuan Penting Kota Batu

Menanggapi itu, Panitia pengadaan tanah atau Tim 9 melalui kuasa hukumnya, Didik Lestariyono SH, MH mengatakan seluruh proses sudah dilakukan dengan baik.

Pengadaan lahan tersebut juga mengacu pada rencana induk pengembangan (RIP) Polinema tahun 2010-2034. Yang juga tercantum dalam Indikator Capaian sasaran Akhir Tahun 2024.

“Berdasarkan hal tersebut diputuskan perlu adanya pengembangan perluasan lahan kampus (Polinema) sebelah utara,” ujar Didik.

Berdasarkan data yang dihimpun, pada dokumen perencanaan tersebut, diketahui lahan yang akan dibeli adalah luas keseluruhan mencapai 7.104 meter persegi (m²) dengan nilai total sebesar Rp42.642 miliar. Lahan berada di sisi barat utara kampus Polinema merupakan satu kesatuan yang saling menyambung, terdiri hanya 3 bidang tanah.

Selama proses itu, Tim 9 sudah melalui prosedur termasuk menentukan harga beli tanah. Didik mengatakan Tim 9 sudah mengacu ke Kecamatan Lowokwaru, BPN, dan berkas penawaran dua pemilik lahan yakni atas nama Hadi Santoso, Eko Witono dan Yetty Purwanti kepada Direktur Polinema saat itu.

Dari acuan itu sehingga muncul harga lahan antara Rp4,5 juta sampai Rp17 juta per meter.

“Dari keterangan-keterangan diatas maka wajar apabila pihak Polinema membeli tanah untuk perluasan lahan senilai Rp6 juta per meter bersih sudah termasuk pajak. Sedangan untuk pajak pembeli Rp3 miliar dan pajak penjual Rp4,3 miliar,” jelas Didik.

Didik mengatakan, memang dalam menentukan harga, pihak Tim 9 Polinema tidak melibatkan jasa lembaga appraisal. Namun dalam hal ini kliennya telah menggunakan Berita Acara Musyawarah Ganti Rugi Nomor : 230.8/PPK/DIPA/XII/2020 tanggal 7 Desember 2020.

Hal tersebut juga sudah sesuai dengan aturan yang ada yakni Perpres No.148 tahun 2015 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Serta mengacu pada Permen ATR/BPN Nomor: 6 Tahun 2015 tanggal 28 April 2015 tentang petunjuk teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Yang disebutkan dalam Pasal 53 ayat 1.

“Dalam Rangka efisiensi dan efektivitas pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari lima hektare dapat dilakukan langsung instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak. Yakni dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak,” terang Didik.

Sementara itu, terkait hal itu sebenarnya pihak Polinema di bawah kepemimpinan yang Direktur baru saat Surpriatna Adhisuwignjo, menunjuk Appraisal MAPPI dalam menentukan harga tersebut. Namun sampai saat ini hasil penaksiran harga appraisal tersebut tak kunjung disampaikan kepada publik.

“Kami sangat mengapresiasi kinerja Kejaksaan Tinggi yang sangat berhat-hati dan objektif dalam menangani dugaan perkara ini. Kami juga berharap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Jawa Timur profesional dalam melaksanakan tugasnya dalam hal pemberantasan korupsi,” pungkas Didik.(der)