Tak ada Perubahan, MCW: PPDB Kota Malang Masih Buruk

MALANGVOICE – Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi di Kota Malang telah dibuka. Meski begitu, ternyata persoalan di tahap PPDB jalur afirmasi dan prestasi kembali terulang dan semakin parah.

Hal itu dibuktikan dengan sejumlah persoalan yang ditemui. Beberapa persoalan berikut merupakan hasil kompilasi dari aduan warga dan pengamatan lapangan oleh tim Malang Corruption Watch (MCW), pada Selasa 2 Juni 2020.

Unit Pendidikan Publik MCW Ahmad Ady mengatakan, bahwa masyarakat mengeluh lantaran website untuk pendaftaran tidak bisa digunakan dan diduga mengalami eror.
Website membaca data kependudukan tidak sinkron dikarenakan nomor Kartu Keluarga (KK) dibaca berdomisili di luar Kota Malang.

Selain itu, terdapat formulir pendataan pendaftaran, namun sebelumnya tidak ada informasi atau pemberitahuan kepada pihak calon peserta didik. Hal itu menimbulkan pertanyaan masyarakat, sampai kapan sekolah baru seperti SMP yang infrastruktur dan SDM masih bergantung dengan SMP Negeri terdekat.

“Salah satu SMP dengan kondisi tersebut adalah SMP Polehan.
Masyarakat mempertanyakan kejelasan terkait ketersediaan sistem pembelajaran di masa pandemi COVID-19, apakah belajar dari rumah atau belajar seperti biasa di sekolah,” katanya melalui keterangan tertulis diterima MVoice, Kamis (4/6).

Ia melanjutkan, masyarakat mengeluh soal tidak tersedianya strategi alternatif dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang untuk meng-cover peserta didik baru yang bermasalah , khususnya jalur pindah dengan ketentuan waktu pindah Kartu Keluarga harus 1 tahun.

Masalah baru kemudian muncul. Bagaimana dengan siswa yang baru pindah? Jika mengikuti jalur offline, apakah akan selalu ada kuota? Begitu lah pertanyaan kebanyakan orangtua calon peserta didik yang mengadu.

“Titik koordinat pada sistem zonasi tidak akurat. Misalnya, ada warga Dinoyo yang harusnya ada titik koordinatnya adalah SDN Dinoyo, tetapi malah diarahkan ke Buring,” ujarnya.

Beberapa persoalan di atas, lanjut dia, jika direfleksikan sebetulnya bukan sesuatu yang baru, tapi adalah masalah-masalah teknis yang setiap tahunnya ditemui. Hal ini mengindikasikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan belum memiliki itikad serius dan tidak mau berubah untuk melakukan perubahan mendasar atas pelaksanaan PPDB. Karenanya, kebijakan PPDB yang dilahirkan tidak dibarengi semangat pelaksanaan yang tepat dan terukur, sehingga menciptakan ruang bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang adil dan setara.

“Akibatnya, setiap warga terdampak harus berjibaku dengan virus lantaran mengurus permasalahan tersebut ke sekolah dan Dinas Pendidikan. Tidak jarang orangtua calon peserta didik harus bolak-balik dikarenakan perintah dari pemberi layanan,” sambung dia.

MCW juga mencatat ada praktik diskriminatif terhadap sebagian warga negara yang hendak menyekolahkan anaknya. Namun terbengkalai oleh syarat adminstratif, utamanya pada jalur pindah.

“Sebagai contoh, dari hasil obrolan kita dengan seorang warga di Sawojajar yang anaknya baru pindah dan hendak mendaftarkan anaknya namun ditolak karena waktu pindah KK belum mencapai 1 tahun,” tuturnya.

Sementara itu, pemerintah sendiri tidak memiliki mekanisme lain yang lebih akomodatif dan adil untuk mengakomodir persoalan ini. hanya menyarankan untuk mengikuti jalur offline.

“Itu pun jika kuotanya masih ada yang sebetulnya membuka celah munculnya praktik jual beli kursi,” imbuhnya.

MCW juga mengklaim terdapat kerugian ekonomi yang dialami para pihak orang tua atau wali dan keluarga calon peserta didik yang seharusnya dapat diminimalisir oleh panitia PPDB, seperti pengeluaran biaya transportasi, makan, dan lainnya selama menunggu proses antrian verifikasi di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, maupun diperintah mengurus KK, atau kembali mengurus di masing-masing sekolah, begitupun sebaliknya.

Oleh karenanya, Malang Corruption Watch mendesak kepada Pemerintah Kota Malang untuk melakukan evaluasi secara medasar terhadap konsep dan pelaksanaan PPDB. Sehingga dapat berlangsung secara efektif dan terukur pada pelaksanaan hari kedua dan untuk tahun-tahun berikutnya. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan harus melakukan sosialisasi secara massif terhadap warga Kota Malang terkait sejumlah informasi berkaitan dengan pelaksanaan PPDB. Memastikan sistem dan perangkat, baik server, map, dan perangkat lainnya yang mendukung pelaksanaan secara tepat dan terukur.
Menyediakan sistem pelayanan PPDB secara integral yang menghubungkan satu perangkat layanan dengan perangkat layanan lainnya untuk memudahkan warga dalam mengakses layanan secara prima.

“Mendesak DPRD dan Dewan Pengawas Pendidikan untuk melakukan monitoring terhadap pelaksanaan PPDB di lapangan dan memastikan tidak terjadinya praktik jual beli kursi di setiap satuan pendidikan,” pungkasnya.(der)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait