Sukses Kampung 3G, Bukti Indonesia Raya Tak Cukup Hanya Dinyanyikan

Bambang Irianto

Ketua RW 23 Purwantoro, Blimbing, Kota Malang, Bambang Irianto, terpilih sebagai ikon prestasi Indonesia. (Bambang Irianto for MVoice)

MALANGVOICE – Nama Kampung Glintung Go Green (3G) Kota Malang telah dikenal banyak orang. Kawasan itu pun kerap menjadi percontohan berbagai wilayah lain, baik lingkup nasional maupun internasional.

Keberhasilan ini tak lepas dari sosok Bambang Irianto. Ketua RW 23 Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, itu berinisiatif mengubah pola hidup warganya hingga sadar akan pentingnya menjaga lingkungan.

Kiprah Bambang Irianto membuatnya terpilih sebagai satu dari 72 ikon prestasi Indonesia oleh Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Penghargaan itu disematkan pada Festival Prestasi Indonesia di Jakarta Convention Center (JCC), 21 Agustus 2017 lalu.

Perjuangan bapak tiga anak itu bukan tanpa jerih payah. Bambang bahkan mengambil risiko mendapat cemooh warganya sendiri akibat pemikiran positifnya sempat tidak diterima. Semua itu bermula ketika ia terpilih sebagai Ketua RW pada 2012 silam.

Saat itu, Glintung terkenal sebagai kawasan kumuh dan kerap dilanda banjir. Secara demografi pun, banyak warga berstatus pengangguran, serta tingkat kesehatan amat rendah. “Saat itu, rata-rata warga tercekik rentenir. Satu-satunya prestasi di kampung saya adalah lomba memandikan jenazah,” cetusnya saat berbincang dengan MVoice belum lama ini.

Melihat kondisi demikian, hati Bambang terketuk untuk mengambil tindakan nyata. Dia mengaku, lagu Indonesia Raya menjadi inspirasi penting dalam setiap strategi yang dicanangkannya.

“Maka saya galakkan kesadaran. Pakai prinsip bangunlah jiwanya, bangunlah badannya. Warga harus sadar bangkit mandiri, meskipun tanpa uang sedikit pun. Harus ada penghijauan,” tegas suami Erni Handayani itu.

Bambang mengajak warga supaya rajin menanam. Kala itu, 90 persen warga menolak. “Karena tanpa uang, sedangkan warga inginnya uang,” lanjutnya. Praktis, dia menggunakan metode lain, yakni menanfaatkan kekuasaannya sebagai Ketua RW.

Stempel dan tanda tangan Ketua RW menjadi senjata jitu bagi Bambang untuk menggugah kesadaran warganya. Betapa tidak, setiap pengurusan administrasi mulai kelahiran hingga kematian, harus melalui pengantar RT/RW.

“Ada yang mau menikah, saya lihat rumahnya tidak ada tanaman, tidak usah menikah. Ada yang mau melahirkan juga begitu. Saya bilang tidak usah, habis-habisin oksigen saja. Harus menanam dulu baru saya beri stempel,” beber pria kelahiran Malang, 5 Mei 1957 tersebut.