SLBN Kota Batu Tak Bisa Rayakan Hari Disabilitas Nasional karena Pandemi

Salah satu murid SLBN Kota Batu Menggarap Soal Ujian (Istimewa)

MALANGVOICE – Hari Disabilitas Nasional biasanya diperingati meriah di sekolah – sekolah, tetapi tahun ini hanya berlangsung senyap.

Peringatan per- tanggal 3 Desember itu tak semarak lantaran pandemi yang masih melanda. Seperti yang terlihat di Sekolah Luar biasa Negeri (SLBN) Batu yang berada di Dusun Banaran Kecamatan Bumiaji.

“Alasannya karena larangan pengumpulan masa skala besar yang masih berlaku. Selain itu, memang sekarang sedang bebarengan dengan Ulangan Akhir Semester (UAS),” kata Kepala Sekolah SLBN Batu sekaligus Ketua MKKS SLB Kota Batu, Siti Muawanah Maryam, Jumat (04/12). Tidak adanya perayaan memang baru tahun ini terjadi.

Pada tahun lalu ada gelaran pentas diadakan di sekolah. Setiap kelas wajib memberikan perwakilan pada pentas itu.

“Rencananya akan dibuat event gabungan pada tanggal 22 (Desember) nanti. Sekalian kami buat sebagai peringatan Hari Disabilitas dan Hari Ibu,” jelasnya.

Di event itu seluruh guru dituntut untuk membuat inovasi se-kreatif mungkin untuk mendekatkan anak dan orangtua. “Kita akan melibatkan orangtua didalamnya, yang terpenting adalah bagaimana cara membentuk kemistri. Juaranya juga akan diambil dari guru, siswa dan wali,” paparnya.

UAS yang kini sedang berjalan pun juga tetap dalam protokol kesehatan (prokes) yang diberlakukan. Mereka membagi siswa yang masuk menjadi 3 shift. Per-shift akan melakukan tatap muka 5 hari dalam seminggu. “Jadi disetiap shift ada 40 siswa. Kami batasi hingga pukul 10 saja,” ungkapnya.

Total siswa yang ada adalah 120 siswa. Dengan 9 jumlah ruang kelas yang ada. Meliputi tuna netra, rungu, grahita, daksa, autis dan lain-lain.

“Kami memang hanya melakukan pembelajaran daring dalam beberapa bulan saja. Karena kita tahu kapasitas keluarga yang ada pasti berbeda-beda, kasihan anak yang tidak memiliki ponsel,” ucapnya.

Pembelajaran tatap muka secara bergantian dianggap menjadi yang paling pas untuk anak berkebutuhan khusus, mengingat keistimewaan setiap individu.

Pemenuhan prokes sesuai standar juga sudah terpenuhi. Setiap siswa akan melakukan pengukuran cek suhu badan dan melakukan cuci tangan sebelum memasuki gerbang sekolah. Kegiatan senam bersama juga diadakan di tiap paginya. Setiap guru pun dibekali dengan handsenitizer untuk diberikan pada murid ketika ingin memasuki ruang kelas.

Sekolah juga menyediakan face shield cadangan, bilamana ada siswa dan wali murid yang lupa membawa masker. Perempuan yang tinggal di Desa Temas tersebut mengatakan jika senyuman anak didik dan para orangtua adalah penambah semangat lebih baginya.

“Saya ingin kedepannya anak berkebutuhan khusus (abk) tak lagi dipandang sebelah mata. Kita tanamkan pada mereka untuk memiliki bakti pada orangtua dan keluar dari sekolah bisa mendapatkan pekerjaan yang layak,” harapnya.(der)