Praktisi Hukum Tanggapi Dugaan Pelanggaran AD/ART KONI Kota Malang Jelang Musorkot

KONI Kota Malang. (Deny/MVoice)

MALANGVOICE – Seorang praktisi hukum, Eko Budhi Prasetyo, menanggapi dugaan pelanggaran AD/ART menjelang Musyawarah Olahraga Kota (Musorkot) KONI Kota Malang.

Dia menilai, jika Musorkot nanti benar-benar dilaksanakan, statusnya cacat hukum karena ada salah satu ketentuan (AD/ART) yang tidak dilaksanakan.

“Saya mendengar kepengurusan KONI Kota Malang sudah berakhir, tapi kemudian ada perpanjangan dari KONI Provinsi Jatim sehingga berakhir pada akhir Desember 2022,” ucap Eko, saat ditemui awak media, Rabu (14/12).

Baca juga:
Polres Malang Libatkan Ahli Pidana Cari Motif Pembongkaran Stadion
Piala Dunia Qatar 2022 dan Sunatullah Perubahan
Undangan Musorkot KONI Kota Malang Terindikasi Langgar AD/ART, Ini Kata Sutiaji

Jadi sejak itu dalam masa ini harus ada kepengurusan yang baru. Dan kepengurusan yang baru harus dilaksanakan dengan aturan yang diatur dalam AD/ART.

“Tapi kalau ada pelanggaran terhadap AD/ART yang sangat prinsipil, maka harus dibenahi,” jelasnya.

Misalnya di pasal 35 angka 3 huruf b, secara prosedural harusnya ada pemberitahuan tertulis tentang pelaksanaan Musorkot dan dikirim ke setiap anggota yang berhak untuk mengikuti Musorkot sekurang-kurangnya 14 hari.

Termasuk bahan-bahan yang akan dibahas pada Musorkot, harus diserahkan pada setiap peserta Musorkot sekurang-kurangnya 7 hari kalender.

“Apakah semua anggota sudah menerima dalam tenggang waktu yang ditentukan,” tanyanya yang kemudian dijawab sendiri, “Kalau tidak, maka itu cacat hukum.”

Sementara itu terkait pernyataan tertulis dukungan terhadap calon ketua KONI, Eko menilai hal yang biasa. Tapi pertanyaannya, dukungan itu diatur atau tidak dalam AD/ART.

“Karena setahu saya, sementara ini untuk memberikan dukungan secara tertulis itu diberikan pada saat forum memenuhi untuk dilakukan musyawarah. Tapi kalau dukungan itu dilakukan sebelumnya, ini menjadi pertanyaan,” ulasnya.

Eko bahkan menjelaskan soal dukungan tertulis itu sebenarnya bisa dicabut sewaktu-waktu karena anggota punya kebebasan untuk menentukan pendapat.

“Jadi misalnya kita sekarang memberikan suatu dukungan, itu kan berupa pernyataan sepihak. Jadi sewaktu-waktu bisa dicabut. Meskipun bermaterai, tidak ada implikasi hukum,” tegasnya.

Sementara itu salah satu anggota KONI Kota Malang, Wasto, berharap agar KONI Kota Malang yang akan datang ini lebih ada keterbukaan secara berorganisasi.

Kemudian, sambungnya, anggaran yang sudah digulirkan dari APBD benar-benar bisa dimanfaatkan untuk mencapai prestasi yang maksimal.

“Tentunya kami berharap agar nakhoda KONI yang akan datang itu dapat memenuhi kriteria AD/ART yang ditetapkan KONI. Misalkan mempunyai kemampuan managerial, mempunyai waktu, dan mampu menjadi pengayom sekaligus pemersatu semua cabang olahraga. Selain itu mampu menjalin kerja sama dengan berbagai instansi,” harap Wasto.

“Yang tak kalah penting, sebaiknya calon Ketua KONI Kota Malang mendatang tidak ada yang bermasalah dengan hukum,” tukasnya.(end)