Pengacauan Gerombolan Malik cs. Memanfaatkan Kondisi Buruk Seusai Perang Kemerdekaan (1)

Setelah tercapainya persetujuan gencatan senjata dan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949, situasi belumlah tenang, Perang Kemerdekaan telah usai, namun tugas selanjutnya adalah mengatasi persoalan dan membina ketenteraman masyarakat.

Bermunculan gerombolan-gerombolan yang mulai meresahkan masyarakat. Mereka memiliki banyak pengikut di kalangan masyarakat. Tidak terbatas pada pancurian, perampokan, penodongan, penculikan, pembunuhan, dan pengacauan masyarakat, perlawanan terhadap aparat penegak hukum di daerah juga digencarkan.

Gerakan tersebut kenyataannya terkoordinasi dengan baik dan tersebarlah kekacauan di beberapa wilayah seperti Malang, Sidoarjo, Mojokerto dan sekitarnya termasuk Bangil, Pasuruan, Porong, Purwosari, dan Pandaan. Selanjutnya diketahui gerakan gerombolan itu dipimpin oleh Abdul Malik yang populer dengan sebutan Malik dan ditengarai mantan anggota Batalyon 17 Kompi Ichdar,

KDM Malang menerima berbagai laporan dan oleh karenanya dikelarkan perintah bahwa segala potensi yang ada dikerahkan untuk menenteramkan keadaan dan mencegah berbagai aktivitas gerombolan pengacau. Begitu besar pengaruh Malik sehingga banyak aparatur pemerintah terlibat, seperti personel tentara, anggota polisi bahkan beberapa kepala desa yang memberikan bantuan langsung maupun tidak langsung.

Mereka tidak jarang melakukan rapat-rapat rahasia, salah satunya di kediamaan seorang Kamituwo, dipimpin sendiri oleh Malik dan Tajib (mantan anak buah malik sewaktu masih dalam kesatuan peleton Malik) sebagai langkah menambah pengikut.

Kondisi Negara dalam keadaan menderita secara fisik maupun moril seusai perang kemerdekaan, kondisi ekonomi dan sosial politik dalam kondisi carut marut, ternyata dimanfaatkan untuk mengail di air keruh oleh Malik cs.

Pengacauan dan kejahatan yang dilakukan Malik cs. Antara lain:

1. serangan beberapa kali terhadap markas Geni Pionir di Sumbersuko;

2. perampokan dan pembunuhan Kepala Desa Ampelsari;

3. penyerangan markas Batalyon 34 Kompi I pada akhir Desember 1950;

4. perampokan terhadap Camat Pandaan, akhir Januari 1951;

5. perampokan pabrik tenun Kasri, awak Februari 1951;

6. pembunuhan Asisten Wedono Djoko Mudji, Banyuayar, Gending Probolinggo;

7. penyerangan pos polisi Sukorejo;

8. perampasan dan perampokan mobil, antata lain milik pabrik gula Kebonagung;

9. menembaki Bengkel PD markas Batalyon 34 Lawang;

10. kembali menembaki Batalyon 34 Lawang pada Februari 1951, gugur Pratu Tjongklet dari Seksi III Kompi III

11. penyerangan pos polisi Pasuruan

12. perampokan rumah gadai di Bangil, awal Februari 1951

13. penyerbuan pos Polisi MBK KAsri Pandaan, Februari 1951, gugur tiga orang anggota MBK;

14. menyerang Kompi IV dari Batalyon 34, Februari 1951, gugur Sersan Ismail;

15. dan sederet daftar kejahatan lainnya di berbagai wilayah

Informasi tentang gerakan pengacauan Malik cs. Diperoleh dari anggota-anggota gerombolan yang tertangkap oleh pasukan Kompi I Batalyon 34 di Lawang dan Kompi VI kesatuan Mobile BrigadeJawa Timur di daerah Pandaan. Diketahui pula bahwa pada Januari 1951 Malik cs. telah mengadakan rapat di desa Kedungrejo untuk membentuk susunan komando beserta staf dan bagian-bagian dari gerakan pengacaun mereka.

Sementara di daerah Pasuruan juga telah diadakan rapat-rapat rahasia seperti di desa Tamansari Wonorejo yang dipimpin oleh Raup (asal CGI) bersama 25 anggota pasukan dari Seksi Klowor. Rapat tersebut juga dihadiri oleh 8 orang kepala desa. Hasil keputusan rapat antara lain, kepala desa yang diundang tetapi tidak hadir dianggap pro pemerintah dan wajib diberantas. (Bersambung/Idur)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait