Pemkot Malang Dukung Rekonsiliasi Harmoni Budaya Sunda – Jawa

Pjs Wali Kota Malang, Wahid Wayudi, menghadiri 'Harmoni Budaya Sunda - Jawa' di Yogyakarta. (Istimewa)
Pjs Wali Kota Malang, Wahid Wayudi, menghadiri 'Harmoni Budaya Sunda - Jawa' di Yogyakarta. (Istimewa)

MALANGVOICE – Ajang bertema ‘Harmoni Budaya Sunda – Jawa’ berlangsung di Hotel Bumi Surabaya, Selasa (6/3). Tiga Pemerintah Provinsi (Pemprov) terlibat dalam ajang ini, yaitu Jawa Timur (Jatim), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Jawa Barat (Jabar).

Tiga gubernur bersepakat menjalin dan menguatkan sinergi kebudayaan. Kesepakatan itu ditandai dengan launching Jalan Prabu Siliwangi dan Jalan Pasundan di Kota Surabaya; serta Jalan Majapahit di Kota Bandung, oleh Gubernur Jatim Soekarwo bersama Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, disaksikan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Pjs Wali Kota Malang, Wahid Wayudi, juga hadir sebagai bentuk dukungannya terhadap ajang tersebut. Kepada awak media di sela acara, dia menyampaikan, perlu terus dialirkan dan digelorakan semangat kebudayaan di dalam napas kebangsaan.

“Bangsa kita terbentuk di antaranya dari kekuatan budaya yang mengkristal, maka bentuk bentuk kolaborasi seperti ini harus mampu dikembangkan di antara Pemerintah Daerah,” ujar Wahid Wahyudi.

Sementara itu, Gubernur Jatim, Soekarno, menilai, aktivitas politik bisa kotor, namun dapat dibasuh menjadi bersih melalui kebudayaan. Pria yang akrab disapa Pakde Karwo ini menambahkan, konflik tak jarang terkontribusi dari interpretasi yang negatif terhadap peristiwa sejarah.

“Pemahaman sejarah yang baik akan menjadikan Indonesia kuat. Luka sejarah tidak boleh diproduksi untuk kepentingan politik. Karenanya menjadi tanggung jawab semua anak bangsa untuk menempatkan peristiwa sejarah menjadi pembelajaran berharga yang diperkuat oleh modal budaya dari bangsa ini,” serunya.

Sementara Kang Aher, sapaan akrab Gubernur Jabar, menyatakan bahwa sejarah Pasundan bubat membawa beban psikologi. “Padahal itu cerita 610 tahun yang lalu. Mengapa orang Sunda tidak mau disebut orang Jawa, di antaranya terkontribusi oleh luka sejarah tersebut. Oleh karenanya emosi kolektif itu harus diakhiri dan kita adalah satu Jawa,” tegasnya.(Coi/Aka)