Pelajar Kamboja Menimba Ilmu di SMA SPI Kota Batu, Kesempatan Buka Jalur Kerja Sama dengan Negara Lain

MALANGVOICE – SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu dipilh sembilan pelajar asal Kamboja sebagai tempat menimba ilmu.

Selama tiga tahun, mereka mengenyam pendidikan formal, disertai pelatihan keterampilan berwirausaha di sekolah yang berada di Jalan Raya Pandanrejo, Desa Pandanrejo, Kecamatan Bumiaji itu.

Kepala SMA SPI, Risna Amalia mengatakan, mereka melanjutkan pendidikan di Kota Batu melalui program kerja sama antara Kemendikbud RI dengan Kerajaan Kamboja. Serta didukung sponsorship JHL Grup yang memberikan bantuan beasiswa.

“Setelah lulus SMP di negaranya sana, lalu melanjutkan pendidikan di SMA SPI sejak 2019. Senin malam kemarin (20/6), kami melepas sembilan pelajar Kamboja yang telah menyelesaikan program pendidikan,” kata Risna (Selasa, 21/6).

Kedatangan sembilan pelajar asal Kamboja diharapkan menjadi stimulus membuka kerja sama antara SMA SPI dengan negara lainnya. Risna menuturkan, tahun depan, Kerajaan Kamboja akan mengirimkan 20 pelajar. Hal itu memacu lembaga pendidikannya agar bisa lebih optimal meningktkan kualitas layanan pembelajaran.

Perbedaan bahasa memang menjadi hambatan komunikasi ketika pelajar dari negara lain baru tiba di Indonesia. Lambat laun hal itu pun bisa teratasi. Risna mengatakan, selama dua bulan pihak sekolah intens mengajarkan Bahasa Indonesia kepada sembilan pelajar asal Kamboja itu.

“Pelajaran pertama kali, yakni penyesuaian bahasa. Karena pihak sponsorship maupun kementerian, berpesan harus mengutamakan Bahasa Indonesia. Untungnya, mereka tinggal di asrama sehingga cepat beradaptasi,” ujar Risna.

Pembelajaran di SMA SPI menerapkan pola pendidikan jalur ganda, yang mengkolaborasikan kurikulum pendidikan akademis dengan keterampilan sesuai minat tiap peserta didik. Peserta didik diarahkan menggali potensi dirinya melalui keterampilan sebagai bekal menjalani kehidupan.

Salah satu pelajar Kamboja, UK Srey Pich merasa nyaman mengenyam pendidikan di SMA SPI Kota Batu. Meskipun awalnya, ia mengalami kesulitan berkomunikasi karena perbedaan bahasa.

Perempuan 18 tahun itu mengaku senang karena banyak mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru. Ilmu yang didapatnya menjadi bekal dirinya ketika kembali ke negaranya.

“Suka di sini. Banyak sekali keterampilan yang diajarkan. Mulai dari pengembangan bisnis, multimedia, perhotelan, pertanian hidroponik hingga mengolah makanan,” tutur dia.(der)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait