Pakar Otoda Sebut Pembangunan Jalan Tembus Sebagai Solusi Tingginya Mobilitas Warga Kota Malang

MALANGVOICE- Pakar Pemerintahan dan Otonomi Daerah (PP Otoda) Universitas Brawijaya (UB), Ria Casmi Arrsa, menilai kemacetan dan tingginya mobilitas warga Kota Malang menjadi alasan logis bagi Pemkot Malang untuk mencari solusi, salah satunya dengan membuka jalan tembus.

Meski demikian, langkah tersebut harus diimbangi dengan pengelolaan dampak sosial yang mungkin muncul di lapangan.

Desain Baru Air Mancur di Alun-Alun Merdeka Ramah Anak

“Karena ketika pembatas jalan dibuka, tentu mobilitas warga akan meningkat. Itu bisa menimbulkan dampak pada kenyamanan, ketertiban, bahkan keamanan warga sekitar,” ujarnya.

Pernyataan itu merujuk kepada pro kontra rencana pembangunan jalan tembus RW 09 – RW 12 Mojolangu Griyashanta.

Ria Casmi Arrsa, menegaskan pentingnya Pemkot Malang memastikan kejelasan status Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) sebelum mengambil langkah eksekusi membangun jalan tersebut.

“Itu bisa dibuktikan dengan adanya Berita Acara Serah Terima (BAST). Kalau sudah ada BAST, maka status PSU itu otomatis menjadi bagian dari aset Pemkot Malang,” lanjutnya.

Berdasarkan informasi yang didapat, penyerahan PSU perumahan tersebut tertuang dalam Berita Acara Serah Terima nomor: 600.2.18.2/583/35.73.403/2024 tanggal 18 Desember 2024 tentang serah terima secara administrasi kepada Pemerintah Kota Malang, Berita Acara Serah Terima nomor:
640/984/35.73.403/2020 (01/BAST.admin/BPM_GSE/XI/2020) tanggal 5 November 2020 dan nomor: 17/BA/WK/DSP-1/997 (181.2/331/428.401/1997) tanggal 24 Februari 1997 tentang Serah Terima lahan prasarana, sarana, dan utilitas.

Setelah statusnya sah menjadi aset milik Pemkot, maka kewenangan pemeliharaan dan pengelolaan sepenuhnya berada di tangan pemerintah kota (Pemkot) Malang. Namun, pengelolaan tersebut tetap harus memperhatikan aspek perencanaan tata ruang dan dampak lingkungan.

“Ketika sudah menjadi aset pemda, pemanfaatannya perlu disesuaikan dengan perencanaan yang mencakup analisis dampak lalu lintas, amdal, hingga kesesuaian dengan RTRW (rencana tata ruang wilayah),” imbuhnya.

Apabila warga tidak setuju, dikatakan Arrsa warga bisa menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Sangat terbuka kemungkinan itu. Warga berhak menggugat kalau merasa terganggu atau dirugikan. Tapi pemda juga tentu punya argumentasi hukum untuk menjawabnya,” pungkasnya.(der)

Berita Terkini

Arikel Terkait