MALANGVOICE– Oknum wartawan berinisial Lukman alias YLA (40) dan aktivis perlindungan anak berinisial FDY (50) menyalahgunakan profesinya untuk mencari keuntungan pribadi.
Keduanya bersekongkol terlibat melakukan pemerasan kepada M, seorang pengasuh salah ponpes di Kota Batu yang diterpa kasus pencabulan kepada santriwatinya.
Atas perbuatannya itu, YLA dan FDY ditetapkan tersangka Sat Reskrim Polres Batu. Keduanya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) setelah menerima uang pemberian dari M di sebuah resto di Kecamatan Junrejo, Kota Batu pada 12 Februari lalu.
Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata, mengatakan, kedua tersangka mengajukan uang senilai Rp340 juta kepada MF, ditujukan untuk meredam pemberitaan dugaan kasus pencabulan.
Dalam penyelidikan, tersangka mengatakan, uang Rp340 juta digunakan untuk memberi uang kepada santriwati korban pencabulan senilai Rp180 juta. Selanjutnya biaya penyelesaian perkara di Polres Batu Rp150 juta dan pemulihan nama baik melalui media massa senilai Rp10 juta.
“Tersangka YLA mengajukan biaya totalnya Rp340 juta saat diajak bertemu dengan pengurus ponpes. Pertemuan itu diinisiasi oleh pihak ponpes lantaran panik dan meminta untuk mencari solusi terbaik atas kasus yang menimpanya,” terang Andi.
Namun pengurus ponpes hanya bisa sanggup memberi Rp150 juta terlebih dulu. Sisanya akan dibayarkan beberapa hari kemudian. Namun setelah menerima uang Rp150 juta pada 12 Februari lalu, kedua tersangka langsung diciduk oleh petugas kepolisian.
Sebelumnya, tersangka YLA juga meminta uang Rp40 juta rupiah. Uang tersebut digunakan untuk menutup pemberitaan media massa serta untuk biaya pengacara keluarga korban pencabulan. Selanjutnya uang dari MF diberikan kepada FDY kemudian diserahkan kepada YLA.
“Dari total Rp40 juta tadi, FYD menerima Rp3 juta. Rp15 juta diberikan YLA digunakan untuk membayar pengacara. Dan Rp22 juta rupiah digunakan sendiri oleh YLA,” ungkap Andi.
Karena uang sebesar Rp40 juta sudah diserahkan kepada FDY dan ternyata perkara tidak kunjung selesai, serta di media masih ada berita maka pihak pengurus pondok menanyakan kepada YLA dan FDY.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, YLA membuat skenario dengan mengirimkan pesan melalui WA, berisikan ‘Perkara sudah P18 satu kali lagi pemeriksaan sudah P19 dan tersangka akan dilakukan penahanan dan hingga kini berusaha agar tidak sampai P19’. ‘Info dari Polres segera bakan ada press release sekaligus penetapan tersangka’.
Kemudian YLA dan FDY juga membuat skenario melalui WA, dengan cara YLA menyuruh FDY untuk menyimpan nomer telpon YLA dan menamainya dengan nomor keluarga korban pencabulan.
Lalu dikirmkan pesan WA berisikan, ‘Keluarga korban minta uang sebesar Rp120 juta sebagai kompensasi dan jika tidak segera di penuhi maka perkara akan di laporkan ke Polda dan melarang pihak pondok berhubungan langsung dengan keluarga korban namun harus melalui FDY’.
“Skenario tersebut dilakukan untuk membuat pengurus Ponpes ketakutan, bahwa perkaranya akan disediakan lebih banyak lagi dan pengurus Ponpes yang dilaporkan akan ditahan. Akhirnya korban mau menuruti permintaan tersangka,” ujarnya.
Karena panik, pengurus Ponpes meminta agar bertemu dan mencari solusi jalan terbaik. Selanjutnya YLA bertemu dengan pengurus pondok dan dalam pertemuan tersebut YLA mengajukan rincian biaya.
Rincian biayanya untuk korban Rp180 juta, biaya untuk penyelesaian perkara di Polres Rp150 juta dan pemulihan nama baik melalui media Rp10 juta, sehingga total biayanya Rp340 juta.
“Atas permintaan YLA, pihak Ponpes menyanggupi dengan terlebih dahulu menyerahkan uang sebesar Rp150 juta dan sisinya akan dibayar lima hari kemudian,” ungkapnya.
Dalam perkara tersebut, selain mengamankan barang bukti uang Rp150 juta, Polisi turut mengamankan empat unit handphone berbagai merek, satu unit sepeda motor Honda Vario warna hitam dan satu buah tas.
“Untuk modus operandinya, kedua tersangka menakut-nakuti pihak Ponpes yang menjadi terlapor dalam perkara perbuatan cabul yang tengah ditangani unit PPA Polres Batu,” ungkapnya.
Kedua tersangka memanfaatkan status dirinya sebagai salah satu petugas P2TP2A kota Batu dan mengaku sebagai wartawan. Dengan maksud mencari keuntungan atas perbuatan pemerasan itu.
“Berdasarkan dua alat bukti yang cukup, serta barang bukti yang ditemukan. Maka kedua tersangka disangkakan melanggar pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling lama sembilan tahun,” tegas Kapolres.(der)