Mengungkap 21 Rahasia Kehidupan Puro Pakualaman lewat ‘Batik & Bathok Night’

GKBRAy Paku Alam dengan beberapa batik hasil karyanya, yang motifnya diambil dari naskah kuno milik Puro Pakualaman, Yogyakarta.

MALANGVOICE – Duapuluh satu rahasia kehidupan Puro Pakualaman terkuak, dan si pembuka tabir itu tak lain GKBRAy Paku Alam, terungkap dalam pertemuannya dengan dua panitia ‘Langenastran – Batik & Bathok Night (BBN)’, KRT Radya Wisraya Sumartoyo dan AM Putut Prabantoro, di Puro Pakualaman, Sabtu (24/9).

GKBRAy Paku Alam dengan beberapa batik hasil karyanya, yang motifnya diambil dari naskah kuno milik Puro Pakualaman, Yogyakarta.
GKBRAy Paku Alam dengan beberapa batik hasil karyanya, yang motifnya diambil dari naskah kuno milik Puro Pakualaman, Yogyakarta.

Selanjutnya sebagian rahasia kehidupan itu akan dibeberkan untuk umum dalam bentuk pergrlaran ‘Batik & Bathok Night’, yang diselenggarakan warga Langenastran, Sabtu, 15 Oktober mendatang. Oleh warga dan sesepuh masyarakat, Langenastran memang dideklarasikan sebagai Kampung Wisata Budaya, 3 September lalu, bersamaan diresmikannya Omah Media (Media Corner) Avocado, yang ada di Jalan Langenastran Lor, Yogyakarta.

Menurut GKBRAy Paku Alam, Puro Pakualam memiliki 21 rahasia kehidupan yang termuat dalam ajaran Sestradi. Ajaran itu memuat kaidah hidup sebagai pemimpin dan hidup dalam masyarakat, yang senantiasa harus dihormati para kerabat dan semua umat manusia.

“Ajaran Sestradi itu berasal dari mendiang eyang Paku Alam Pertama yang berisi tentang keseimbangan perilaku 21 sifat manusia yang baik dan buruk. Ke-21 sifat yang baik harus dilaksanakan, dan 21 sifat yang buruk harus dihindari. Keseimbangan hidup dan perilaku baru bisa tercapai, jika masing-masing sifat dilaksanakan, dan senantiasa diingat dalam perjalanan hidup seorang manusia,“ ungkap GKBRAy Paku Alam.

Ke-21 sifat baik itu adalah, Ngadeg, Sabar, Sokur, Narimo, Suro, Manteb, Temen, Suci, Enget, Srana, Ikhtiar, Prawira, Dibya, Suarjana, Bener, , Guno, Kuat, Nalar, Gemi, Yitno dan Taberi. Sementara 21 sifat buruk yang harus dihindari adalah, Ladak, Lancang, Lantab, Lolos, Lepas kendali, Lantang, Dengki, Langar, Lengus , Leson , Lemer, Lamur, Lusuh, Lukar, Langsar, Luwas, Lumuh, , Lumpur, Larat, Ngelajok , Lenggak, diduk dan Lenggul.

Karena merupakan ajaran luhur yang harus dipelihara, ajaran Sestradi yang tertulis dalam naskah-naskah kuno milik Puro Pakualaman, selanjutnya oleh GKBRAy Paku Alam dituangkan dan diwujudkan dalam bentuk batik. Motif-motif batik yang saat ini dibuat oleh the first lady Puro Pakualaman itu hampir seluruhnya berasal dari motif-motif yang tertulis dalam naskah-naskah kuno.

 GKBRAy Paku Alam saat bertemu Ketua Panitia Panitia 'Langenastran - Batik & Bathok Night (BBN)', KRT Radya Wisraya Sumartoyo, di Puro Pakualaman, Yogyakarta
GKBRAy Paku Alam saat bertemu Ketua Panitia Panitia ‘Langenastran – Batik & Bathok Night (BBN)’, KRT Radya Wisraya Sumartoyo, di Puro Pakualaman, Yogyakarta

“Saya baru serius belajar batik pada 2011. Namun belajar batik bagi saya tidak sekadar bisa membatik, tetapi sebagai realisasi mengemban amanah para leluhur, dengan tujuan mevisualisasikan ilustrasi yang ada dalam naskah kuno menjadi batik dengan pengerjaan sekitar 3–6 bulan per kain. Detail dan kerumitan itulah yang menyebabkan mengapa satu motif kain batin harus dikerjakan demikian lama. Paling rendah harga sebuah batik Puro Pakualam bisa mencapai Rp 25 juta,” ujar GKBRAy Paku Alam.

Penerima award dari Yayasan Batik Indonesia pada 2013 ini juga menambahkan, motif asli batik Yogyakarta ada empat, yakni ceplok, titik, parang dan semenan. Dari masing-masing motif utama itu kemudian dibuat berbagai diversifikasi (turunan) yang kemudian banyak dikenal dalam tradisi busana batik Yogyakarta.

“Ajaran kepemimpinan Asthabrata yang terdapat dalam naskah kuno di Puro, juga dituangkan dalam motif batik. Jadi, apa yang saya lakukan merupakan pemeliharaan warisan luhur naskah-naskah kuno yang ada di Pakualaman, melestarikan dan memelihara budaya serta menyosialisasikan filosofi ajaran leluhur dengan media batik,” ujar GKBRAy Paku Alam, yang akan menjadi nara sumber pada Yogyakarta Batik Binalle, Oktober ini.