MCW Endus Dugaan Penyelewengan BPNT di Desa Selorejo Dau

MCW

MALANGVOICE – Malang Coruption Watch (MCW) mengendus dan merasa ada yang janggal dalam penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Desa Selorejo, Kecamatan Dau.

Dalam penyaluran BPNT kepada 60 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Desa Selorejo tidak diterima dari tempat dan jumlah yang sama. Bahkan ada kekurangan volume sembako BPNT yang berlangsung kurang lebih enam bulan hingga April 2021.

Badan Pekerja MCW, Janwan Tarigan menyampaikan, BPNT tersebut merupakan bantuan sosial pangan dalam bentuk nontunai dari pemerintah yang disalurkan setiap bulan sekali.

Penyalurannya melalui mekanisme akun elektronik yang digunakan hanya untuk membeli bahan pangan di pedagang bahan pangan/e-warong yang bekerja sama dengan bank.

“Di Selorejo berbeda, warga tidak lagi langsung mengambil sembako ke e-Warong langgananannya sejak adanya instruksi dan pengkondisian oleh aparat desa yang mengumpulkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) serta meminta warga menulis PIN pada bagian putih KKS. Modusnya agar masyarakat tidak lupa saat dikembalikan,” ujarnya dalam keterangan pers yang diterima MVoice, Selasa (22/6).

Selain itu, lanjut Janwan, sembako yang diterima warga dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) tersebut volumenya berkurang dari biasanya ketika mengambil di e-Warong sendiri, yakni beras sebanyak 15 kilogram (kg), telor 1 kg, dan kacang hijau 1/2 kg.

“Kalau melalui BUMDes berkurang, beras menjadi 10 kg, telor 1/2 kg, dan kacang hijau ΒΌ kg. Ini bukan tentang besar-kecilnya yang dikorupsi, tapi perilaku korupsi sekecil apapun akan meluas ke sektor yang lain,” jelasnya.

Lebih lanjut, Janwan menjelaskan, di bukti tanda pengambilan BNPT dari e-Warong ada perbedaan dengan bukti yang diberikan oleh BUMDes. Dalam Pedoman BNPT, bukti pengambilan Bansos dari e-Warong berupa resi dari mesin Electronic Data Capture (EDC) memuat nominal transaksi dan sisa jumlah dana pada rekening wallet KPM, sedangkan di bukti yang diberi BUMDes tersebut tidak tercantum informasi nominal transaksi dan sisa dana pada rekening wallet KPM.

“Itu menguatkan dugaan kami jika Pemerintah Desa (Pemdes) melalui BUMDes Selorejo melakukan pemotongan sejumlah sembako untuk menambah kas Desa Selorejo. Padahal program BPNT itu untuk meminimalkan pos pemberhentian dalam penyaluran bantuan sosial sehingga dapat meminimalisir peluang adanya penyimpangan seperti korupsi,” ulasnya.

Untuk itu, lanjut Janwan, MCW menilai jika dugaan kasus korupsi di Desa Selorejo hanya salah satu contoh korupsi di desa se-Kabupaten Malang yang muncul ke permukaan. Ada potensi korupsi serupa di desa lain jika sistem yang diterapkan sama. Salah satunya karena minimnya pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang dan aparat penegak hukum sehingga upaya-upaya pencegahan korupsi tak optimal.

“Kasus dugaan korupsi di Desa Selorejo merupakan kasus yang kesekian kalinya didampingi MCW. Pengelolaan APBDes juga rawan dikorupsi mengingat prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta partisipasi warga sejauh ini dalam amatan MCW masih dikesampingkan. Padahal partisipasi warga merupakan kunci suksesnya pembangunan di desa pada era ‘desa membangun’,” tegasnya.

Dengan begitu, MCW mendesak:

1. Pemkab Malang melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) untuk memaksimalkan fungsi monitoring dan evaluasi terhadap pemerintahan Desa Selorejo khususnya dan seluruh desa di Kabupaten Malang yang cenderung minim transparansi, akuntabilitas dan partisipasi warga.

2. Inspektorat Kabupaten Malang mengoptimalkan fungsi pengawasan internal terhadap Pemerintah Desa Selorejo dan seluruh pemerintahan desa di Kabupaten Malang untuk menekan peluang korupsi.

3. DPRD Kabupaten Malang sebagai wakil rakyat agar responsif terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat di desa, termasuk dalam mendorong penuntasan dugaan kasus korupsi Bansos di Desa Selorejo.

4. Kejaksaan Kabupaten Malang agar responsif dan professional dalam penanganan dugaan kasus korupsi di Desa Selorejo dan seluruh kasus lainnya agar tercipta penegakan dan kepastian hukum, serta keadilan di tengah masyarakat.

Kepala Desa (Kades) Selorejo, Kecamatan Dau, Bambang Soponyono saat dikonfirmasi membantah tudingan pemotongan BNPT oleh BUMDes.

“BUMDes selama itu gak pernah menanganani BPNT. Yang menangani itu di E-Warong, makanya MCW saya suruh datang nemui saya, biar tahu jelas, dan bukan katanya,” bantahnya, saat dihubungi melalui telepon selulernya.

Menurut Bambang, di Desa Selorejo tidak semua warga mengambil BPNT tersebut ke E-Warong. Jumlahnya hanya mencapai puluhan tidak sampai ratusan warga yang tergolong KPM.

“Kan gak semua penerima BPNT ngambil di E-warong. Dari 300 KPM, yang mengambil itu 60 orang, atau 80 paling banyak dalam satu bulannya,” tukasnya.(end)