MALANGVOICE– Seorang mahasiswi perguruan tinggi negeri Kota Malang berinisial DCI diduga menjadi korban pelecehan seksual. Perempuan 20 tahun asal Pasuruan itu melaporkan perkara tersebut ke Polresta Malang dengan nomor pengaduan 537/IV/2025/SPKT tertanggal 15 April 2025.
Pihak penyidik pun memanggil DCI selaku pelapor untuk diminta keterangan lanjutan pada Kamis kemarin (19/6). DCI didampingi dua orang kuasa hukum Satria Manggala Sugiharto dan Ananta Rafi Maulana saat mendatangi Polresta Malang.
Pelecehan seksual diduga dilakukan senior di kampusnya berinisial ABN (22) asal Bogor pada 19 Maret lalu. Kala itu, terduga korban menghubungi ABN untuk mencurahkan masalah pribadinya. Kemudian ABN, yang kini menjadi terlapor, mengajak agar perbincangan dilakukan di kos korban.
Sebelum menuju ke kos, keduanya lebih dulu membeli minuman keras. Sesampainya di kos, ABN menyuguhkan miras kepada DCI. Begitu mengetahui kondisi DCI sudah lemas, ABN mulai menggerayangi dan mencoba melakukan tindakan pencabulan kepada perempuan 20 tahun itu.
“Posisi saya waktu itu sudah lemas, dan di saat itu juga yang bersangkutan, tubuh saya sudah diraba, dan (terduga) pelaku berusaha untuk menyodorkan alat vitalnya,” kata DCI.
Meski dalam keadaan lemas karena pengaruh alkhohol, DCI masih menyadari perbuatan seniornya yang berniat melakukan pelecehan seksual. Karena itu, dia berupaya melawan dengan menolak dan meronta agar ABN mengurungkan niatnya.
“Tapi saya berusaha melawan, saya bilang ke (terduga) pelaku ‘jangan gini’ dan saya meronta agar yang bersangkutan tidak melakukan itu (pelecehan seksual),” katanya.
Kuasa hukum korban, Satria menuturkan, akibat peristiwa itu, DCI mengalami trauma psikis berat. Membuat DCI dirundung perasaan cemas saat bertemu dengan orang-orang baru, bahkan dengan teman-teman di lingkungan kampusnya. Sehingga turut mengganggu aktivitas perkuliahannya.
Tim kuasa hukum menegaskan, kasus ini menambah daftar panjang persoalan kekerasan seksual yang melibatkan relasi senior-junior di lingkungan kampus. Persolan ini bukan hanya menyangkut aspek pidana, tetapi juga menjadi cerminan krisis perlindungan dalam lingkungan kampus, yang seharusnya menjadi tempat aman dan mendukung perkembangan mahasiswa.
“Kami berharap aparat penegak hukum tidak hanya memproses kasus ini secara serius, tapi juga memberi perlindungan psikologis maksimal kepada korban. Jangan sampai trauma ini menjadi beban seumur hidup,” tegas, Satria.
Sementara itu, terduga pelaku, ABN mengaku sebelumnya belum mengetahui adanya laporan terhadap dirinya. Namun, dia enggan memberi tanggapan lebih lanjut terkait hal tersebut.
“Saya tidak tahu kalau ada laporan terhadap saya, jadi saya tidak bisa memberikan tanggapan apapun. Emang siapa yang melaporkan saya? Kapan laporannya ?” kata ABN saat dihubungi melalui pesan WhatsApp.