MALANGVOICE – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang menggelar Sosialisasi Hukum dan Perudang-undangan pada Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024, sesuai dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Sosialisasi dengan tema ‘Problematika Hukum Pemilu di Era Digital’ tersebut digelar di Kantor KPU Kota Malang, Jalan Bantaran, No.6, Kota Malang, Rabu (21/12/22).
Hadir dalam kegiatan sosialisasi tersebut, beberapa narasumber, antara lain Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Faizin Sulistio, Ketua Bawaslu Kota Malang Alim Mustofa, Kasubsi Sospol, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang Faizal Rizki.
Baca juga:
Atasi Krisis Air Baku, Perumda Tugu Tirta Bangun Water Treatment Plant
Skor IKP Kota Batu Sedang, Polarisasi Masyarakat Berpotensi Muncul saat Pemilu 2024
Perumda Tugu Tirta Launching Lagu Hymne dan Mars di Puncak HUT ke-48
Dalam sambutannya, Ketua KPU Kota Malang Aminah Asminingtyas mengatakan, KPU Kota Malang tema ini sangat penting untuk kelancaran pelaksanaan Pemilu, terutama di kalangan pemilih milenial dan generasi Z.
“Penggunaan teknologi dalam pemilu diharapkan mampu menghadirkan pemilu yang transparan dan mencegah terjadi pelanggaran hak suaranya, tapi jangan sampai bermasalah dengan hukum akibat penggunaan teknologi,” katanya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Faizin Sulistio menjelaskan, saat ini digitalisasi tak bisa dihindari, dan sudah menjadi kebutuhan, karena semua aspek sudah memanfaatkan digitalisasi, seperti bidang pendidikan, sosial, politik, budaya dan lainnya.
“Digitalisasi memiliki dua sisi, efisiensi dan persoalan keamanan. Karena itu UU No. 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, hadir untuk mengaturnya,” jelasnya.
“Dan UU ITE telah mengaturnya, jika tidak diatur dengan UU ITE, penggunaan teknologi digital bisa liar, terutama berkaitan dengan Pemilu,” tambahnya.
Di sisi lain, Ketua Bawaslu Kota Malang Alim Mustofa menjelaskan, sesuai tupoksinya, Bawaslu bertugas melakukan pengawasan atau pencegahan, melakukan penindakan dan menyelesaikan sengketa, namun tupoksi itu juga mengikuti atau bisa dikatakan terpengaruh teknologi digital.
“Teknologi ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pemilu. Maka harus mengawasi penggunaannya. Obyek pengawasan Bawaslu secara umum adalah setiap orang sesuai ayat 2 pasal 280 UU no 7 tahun 2017. Sangat bisa memanfaatkan teknologi digital. Termasuk penyelenggara pemilu dan media pers,” ucapnya.
Untuk itu, lanjut Alim, Bawaslu yang melakukan pencegahan dengan proses panjang, untuk mengambil langkah dengan mengedukasi dan sosialisasikan untuk melapisi kinerja KPU agar sesuai dengan UU dan PKPU. Contoh kasus, muncul di twitter kampanye di masjid.
“Ini kita tindaklanjuti. Karena belum masuk tahapan kampanye, tidak ada pelanggaran. Tapi karena dilaporkan juga ke Bawaslu RI, maka kita harus tangani lagi. Kita lengkapi lagi laporannya,” tegasnya.
Melihat dari kasus tersebut, lanjut Alim, teknologi digital memiliki tingkat kerawanan dibelokkan atau disinformasi. Selain itu, teknologi digital juga menjadi menyesatkan atau Misinformasi, untuk itu diperlukan pengawasan partisipatif dari semua pihak, masyarakat yang menerima info dari medsos segera lapor ke Bawaslu.
“Jadi dalam Pemilu itu ada dua (Teknologi digital) kategori, yakni negatif kampanye dan black campaign. Negatif kampanye boleh dilakukan, asalkan menyertakan data dan fakta yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan. Black campaign yang tidak boleh karena tidak menyertakan data dan fakta yang akurat,” terangnya.
Di tempat yang sama, Kasubsi Sospol, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang Faizal Rizki menegaskan, ada sanksi hukum jika teknologi digital digunakan untuk merugikan orang lain.
“Ada aturannya yaitu UU ITE, di pasal 45 itu mengatur hukuman bagi orang yang melakukan kejahatan menggunakan teknologi digital. Minimal 5 tahun disertai denda ratusan juta hingga miliaran rupiah,” bebernya
“Tergantung jenis kejahatannya. Mulai ujaran kebencian, fitnah, pencurian data, penyebaran info hoax, membocorkan data, mengubah hasil pemilihan, meretas website KPU hingga memberikan password. Semuanya bisa dipidanakan,” tukasnya.(end)