Konservasi Sumber Air Belum Jadi Prioritas Pemkot Batu

Masyarakat membersihkan tumpukan sampah di aliran Kali Tulus yang berada di Kelurahan Temas, Kota Batu. (MVoice/Pemkot Batu)

MALANGVOICE – Upaya konservasi sumber air ternyata belum menjadi perhatian prioritas Pemkot Batu. Hal itu disampaikan Pegiat Konservasi Lingkungan Hidup Kota Batu, Bayu Sakti. Menurutnya, kebijakan pemerintah tercermin dengan lemahnya pendataan jumlah sumber mata air.

Jika pendataan saja lemah, kata Bayu, tentunya upaya kebijakan konservasi air belum menjadi perhatian serius. Selama ini, pemangku kebijakan selalu menyampaikan sumber air di Kota Batu berjumlah 110 titik dan hanya tersisa 52 titik saja yang masih aktif.

“Padahal saat dilakukan observasi ke lapangan diketahui jumlahnya bisa sampai 260 titik. Kalau pendataanya akurat pasti punya orientasi mendukung daya sumber kehidupan,” kata dia.

Baca juga : Kota Batu Menuai Banjir di Kala Hujan, Alasan Klise Kerap Dilontarkan

Baca juga : Nadah Banyu, Melestarikan Tradisi untuk Gerakan Konservasi Air

Pendataan dan monitoring per tahun sangat diperlukan sehingga dapat diketahui apakah debitnya di tiap sumber air tetap atau berkurang. Ketika debitnya berkurang, maka perlu dipetakan faktor yang menjadi penyebabnya.

“Jika pendataannya saja lemah, bagaimana mau bergerak untuk upaya pelestarian. Padahal air menjadi kebutuhan utama makhluk hidup,” imbuh Bayu.

Baca juga : Galang Langkah Kolaboratif Hindari Ancaman Krisis Air di Kota Batu

Ia berpendapat, pemangku kebijakan tidak menempatkan gerakan konservasi sumber air sebagai prioritas karena belum terlihat secara massif. Terutama untuk pembuatan area resapan semacam sumur resapan maupun biopori. Terlebih lagi di daerah hulu Sumber Brantas, banyak terjadi alih fungsi lahan kawasan hutan.

“Penyelesaiannya maka perlu dilakukan ekspedisi mengetahui jumlah pasti sumber air. Sehingga dipetakan pula arah kebijakannya akan dibawa kemana. Jika abai akan mengancam kehidupan masa mendatang,” ujar dia.

Belum lagi, lanjut Bayu terkait pemanfaatan air destinasi wisata maupun perhotelan. Selama ini dua sektor usaha itu belum pernah diulas secara menyeluruh terkait pemenuhan kebutuhan air.

“Apakah betul memakai air permukaan, mekanismenya seperti apa. Misal pakai air bawah tanah, apakah perizinannya betul-betul sesuai. Selama ini masih terjebak pragmatisme pertumbuhan ekonomi saja. Jargonnya saja konservasi lingkungan,” pungkas dia.(end)