Konsep Baru Anang Family Karaoke and Hi5five Lounge, Bayar Royalti Setiap Lagu

Konferensi pers Anang Family Karaoke and Hi5five Lounge. (deny/MVoice)

MALANGVOICE – Anang Family Karaoke kembali buka di Malang. Kali ini dengan konsep baru, Hi5five Lounge yang berada di Jalan Gatot Subroto, Kota Malang.

Anang Hermansyah mengatakan, kehadiran kembali karaoke ini merupakan bentuk kepedulian kepada seniman di Malang untuk ikut mengeluarkan potensi di bidang musik.

“Malang ini kota musik besar di Jatim dan saya tahu Malang masyarakatnya suka hiburan. Makanya kami kembali ini bentuk kecintaan saya dengan Malang kaeena potensi anak-anak musiknya bagus,” kata Anang, Sabtu (6/5).

Baca Juga: Arema Ingin Homebase di Stadion Gajayana, Disporapar: Harus Ada Renovasi

Komentar TNI AL Terkait Bus Viral Terobos Perlintasan KA di Malang

TMP Gelar Kejuaraan Karate Piala Kemerdekaan

Kehadiran Anang Family Karaoke and Hi5five Lounge kali ini mengusung konsep yang patut diacungi jempol dan bakal jadi pilot projects. Yakni terkait hak cipta penggunaan lagu dan pengembangan karya lagu di karaoke miliknya.

Hi5five Lounge merupakan bagian dari Anang Family Karaoke, secara presisi akan menerapkan penarikan royalti terhadap setiap lagu yang dinyanyikan di tempat karaoke tersebut.

Setiap lagu yang dinyanyikan secara otomatis akan terhubung sistem penarikan royalti bagi pencipta lagu. Sebagaimana amanat UU No 28/2014 tentang Hak Cipta.

“Konsep ini sudah pernah diterapkan di Anang Family Karaoke sebelumnya, kemudian ada pandemi Covid-19 jadi terhenti. Dengan penerapan konsep ini, maka musisi atau pencipta lagu dapat royalti, pemerintah dapat pemasukan pajak dan pebisnis jalan aman,” kata Anang.

Konsep ini diinisiasi oleh Anang Hermansyah ketika duduk di kursi parlemen Komisi X DPR RI periode 1 Oktober 2014-30 September 2019. Diakuinya, perjuangan terkait Hak Cipta cukup panjang untuk masuk Prolegnas, hingga dirinya turun dari Senayan perjuangan itu belum selesai.

Dan perjuangan tersebut harus diteruskan oleh musisi lainnya yang duduk di legislatif maupun eksekutif. Tak harus menunggu, sebagai bentuk implementasinya, Anang pun menerapkan kebijakan tersebut pada usaha karaoke miliknya.

“Saya juga berkomitmen usaha karaoke ini agar turut berkontribusi, baik terkait royalti setiap lagu. Maupun pajak hiburan bagi pemerintah daerah,” imbuh juri Indonesia Idol ini.

Menurut Anang, fenomena yang saat ini masih terjadi, UU Hak Cipta masih terus bergulir, hanya saja tata kelola dari pemerintah belum tertata baik. Khususnya, hak cipta untuk pencipta lagu, royalti untuk musisi dan lainnya, besarannya belum final dan mufakat.

“Secara umum, UU Hak Cipta sudah ada dan berlaku umum, seperti hak cipta buku, merk dan lainnya. Secara spesifik untuk musisi, terutama pencipta lagu belum detail, karena besarannya tidak sama. Kemudian musisi seperti penyanyi, pemain gitar, drum dan lainnya belum,” urai suami dari penyanyi Indonesia, Ashanty ini

Mengingat dirinya masih menjadi bagian dari musisi, maka hak cipta tetap digaungkannya. Melalui Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), organisasi yang mewakili kepentingan industri rekaman di Indonesia, Anang pun mengikuti regulasi yang ada.

“Karena karaoke itu modal dasarnya lagu, jadi harus fair untuk sharing dengan pelaku industri musik, utamanya pencipta lagu. Sebagai pemilik karaoke saya juga harus fair, saya pun bayar puluhan juta fluktuatif per bulan untuk itu,” tegas pria asal Jember berusia 54 tahun ini.

Sebagai bentuk apresiasi terhadap musisi, Anang pun mempersilakan musisi Malang untuk mengembangkan karya lagu di karaoke miliknya. Tentu dengan sejumlah regulasi yang disepakati bersama.

Sementara itu, Direktur Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asirindo), Yusak Irwan Sutiono mengatakan, tempat karaoke atau rumah bernyanyi sering dihadapkan pada persoalan lisensi lagu. Pemilik rumah karaoke kerap dikecam dan digiring ke pengadilan, karena tidak memiliki lisensi atas lagu-lagu milik banyak musisi.

Pengesahan Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 telah mengatur lebih rinci hak-hak para seniman untuk lebih dihargai sebagai pekerja kreatif. Sehingga, rumah bernyanyi wajib membayar hak atas lagu-lagu yang digunakannya.

“UU Hak Cipta terdahulu hanya mengatur royalti bagi pencipta lagu. Namun kini undang-undang juga mengatur hak bagi pihak terkait yakni produser rekaman serta pelaku pertunjukan alias penyanyi dan pemusik,” jelas Yusak.

Perhitungannya bisa memakai dua sistem, yakni blanket system atau pay per play. Untuk blanket system dihitung berdasarkan jumlah kunjungan, jumlah room, dan lain-lain. Sementara sistem pay per play, penghitungan sesuai lagu yang dinyanyikan pengunjung sebesar Rp1.000 per lagu.

“Ada plus minusnya dari kedua sistem tersebut. Tergantung mana yang mau dipakai. Kalau mas Anang ini memakai sistem blanket, dengan membayar puluhan juta per bulan, atau fluktuatif,” tandas Yusak.(der)