MALANGVOICE– Seluruh kepala desa di Kota Batu yang tergabung dalam Asosiasi Petinggi dan Lurah (APEL) dibuat kelimpungan.
Lantaran tarif pajak bumi bangunan (PBB) yang naik signifikan mencapai 300 hingga 700 persen. Pungutan yang begitu besar tentunya membebani masyakarat karena di tahun 2023 lalu juga ada kenaikan 100 persen.
Para kades bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berinisiatif mendatangi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Batu (Senin, 3/6). Hal itu untuk mengkonfirmasi tingginya kenaikan tarif PBB yang dinilai memberatkan masyarakat.
“Memang pihak pemdes mendapat bagi hasil pajak. Tapi bisa-bisa memicu gejolak di masyarakat, yang tadinya taat jadi keberatan karena tidak mampu bayar pajak,” ujar Kepala Desa Oro-Oro Ombo sekaligus Ketua APEL, Wiweko.
Baca juga:
Ekspor Ribuan Tanaman Hias, Nama Kota Batu Semakin Mendunia
Raperda Pajak dan Retribusi Daerah Instrumen Optimalkan PAD
Pungutan PAT Mencekik, Hippam Kota Batu Lirik PAP
Ia tak ingin muncul persepsi buruk yang membuat publik gaduh. Karena itu, para kades juga sepakat menunda membagikan surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) tahunan kepada masyarakat. Hingga ada solusi menyangkut persoalan itu.
“Kalau dibagikan sekarang pasti masyarakat kaget. Kami akan menggelar audiensi dengan DPRD untuk mencari solusi,” ungkap dia.
Sementara itu, Wakil Ketua APEL, Andi Faisal Hasan menambakan, kedatangan para kades ini didasarkan atas keluhan masyarakat imbas naiknya tarif PBB. Rencananya persoalan ini akan dibawa ke meja legislatif agar bisa dikaji ulang dan dievaluasi.
“Prinsipnya kalau pajak mahal apakah masyarakat mampu membayar, kami khawatir masyarakat nanti malah melakukan aksi boikot tidak mau membayar PBB,” tuturnya.
APEL Kota Batu menilai kenaikan PBB tahun 2024 hingga 700 persen tidak wajar. Kenaikan tersebut menimbulkan protes dari wajib pajak (WP). Sebagai contoh, jumlah PBB yang sebelumnya Rp 100 ribu pada tahun 2023, melonjak menjadi Rp 300 ribu tanpa alasan yang jelas.
Terlebih dalam kenaikan PBB Pemkot Batu tidak pernah melakukan sosialisasi. Apalagi, variasi besarnya kenaikan PBB dinilai tidak konsisten. Ada yang naik 200 persen, 300 persen, bahkan mencapai 500 persen hingga 700 persen. Hal ini tentu memberikan beban yang sangat berat bagi masyarakat setempat.
Sementara itu, Kepala Bapenda Batu, Muhammad Nur Adhim menjelaskan kenaikan PBB karena ada perubahan regulasi. Yakni Perda nomor 4 tahun 2023 tentang pajak dan retribusi daerah.
Dia menambahkan, di perda sebelumnya ada dua tarif yang berlaku. Yakni nilai jual objek pajak (NJOP) dikalikan 0,02 untuk NJOP Rp0 hingga Rp4 miliar. Kemudian NJOP Rp4 miliar ke atas dikalikan 0,04.
“Sekarang ada Perda baru dan ada perubahan tarif. Yakni tarif maksimal 0,08. Sehingga terjadi klasifikasi NJOP yang mengalami kenaikan, dimana ada yang naik 100 persen. Kemudian di sisi pengali atau NJOP, begitu ada penyesuaian pasti tarif pajak juga akan berbeda. Ini lah yang dibingungkan masyarakat karena naiknya banyak,” paparnya.
Dia juga menyampaikan, pembuatan Perda baru tersebut tentunya telah melewati proses panjang. Seperti melalui uji publik dan lain sebagainya.
“Mungkin saat uji publik dulu, saat berbicara angka tarif pajak masih baisa. Karena angka ini mutatis mutandis. Namun begitu diterapkan di bawah, baru terlihat kenaikannya,” imbuh Adhim.
Sebagai pihak eksekutif, Bapenda Kota Batu akan melihat seluruh keluhan masyarakat. Apabila masyarakat benar-benar tidak mampu bayar pajak dan perlu adanya perubahan, maka akan dirubah.
“Dari pembahasan seperti ini, semua hal bisa terjadi. Perda yang sudah ditetapkan ini mungkin bisa saja akan ditinjau kembali. Lalu bisa juga diberikan pengurangan. Intinya, dasar dari pajak ini adalah NJOP. Kalau NJOP besar maka tarif pajak juga akan mengikuti,” pungkasnya.(der)