Kemendikbud Sebut Ketimpangan dan Kompleksnya Masalah Pendidikan Indonesia

Kemendikbud di Malang, Selasa (30/1) (anja a)
Kemendikbud di Malang, Selasa (30/1) (anja a)

MALANGVOICE – Sejumlah sekolah di luar kepulauan Jawa belum memiliki jaringan internet dan listrik untuk kebutuhan belajar. Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Dr Muhadjir Effendy, dalam kunjungannya ke Kota Malang, Selasa (30/1).

“Masih ada 90 ribu sekolah tidak punya jaringan internet dan listrik. Semua wilayah di Indonesa tidak seperti Jawa Timur. Problem pendidikan kita masih luar biasa karena ketimpangan itu,” kata Muhadjir.

Muhadjir menegaskan, jika semakin Jatim mengalami kemajuan, maka daerah lain semakin tertinggal. Sehingga Muhadjir mengajak semua untuk menangani dan jangan berpura-pura semuanya (sekolah) maju

“Dan jangan tersinggung. Kita tidak bermaksud menghina tapi ini agar semua tergerak untuk menangani (masalah pendidikan) dengan sungguh-sungguh. Maka dari itu guru dan siswa harus mulai jujur,” lanjutnya.

Dia menyimpulkan, permasalahan yang dihadapi pendidikan Indonesia berkaitan dengan kebijakan, model pendidikan, hingga kurikulum yang digunakan.

Dalam segi kebijakan misalanya, menurut Muhadjir kebijakan yang diterapkan saat ini masih memiliki celah kesalahan. Dalam peraturan lama, menurutnya seorang guru memiliki beban kerja 24 jam selama satu minggu.

“Beban kerja guru tidak masuk akal. Artinya, jam kerja seorang guru hanya dihitung saat dia melakukan tatap muka di dalam kelas,” tandasnya lagi.

Dia pun menilai, peraturan tersebut harus segera diubah. Karena dia juga menilai jika ada kesalahan dalam pembuatan peraturan tersebut. Dia pun membandingkan dengan profesi seorang dosen yang selama ini bisa mengajar lebih dari satu mata kuliah.

“Kesalahan itu dibiarkan saja sejak tahun 2009. Padahal dosen dan guru itu sangat berbeda,” jelasnya lagi.

Selain itu, lanjutnya, permasalahan lain yang dihadapi pendidikam Indonesia saat ini erat kaitannya dengan kurikulum yang digunakan. Sekarang, kurikulum cenderung diseragamkan, padahal sebuah kurikulum seharusnya diterjemahkan setiap guru.

“Karena yang tahu kebutuhan siswanya adalah guru itu sendiri. Kurikulum 2013 itu sifatnya tertulis, pada kenataan di lapangan, tugas guru menerjemahkannya. Saya janji selama saya jadi menteri kurikulum tidak akan saya rubah, tapi yang namanya kurikulum akan terus mengalami perbaikan,” pungkas dia.(Der/Aka)