Kejaksaan Tepis Dakwaan Seumur Hidup Kasus Pelajar Bunuh Begal

Suasana sidang ke-2 Kasus ZA di PN Kepanjen. (Toski D)
Suasana sidang ke-2 Kasus ZA di PN Kepanjen. (Toski D)

MALANGVOICE – Kasus ZA seorang pelajar SMA yang membunuh Misnan (35) warga Dusun Penjalinan, Desa Gondanglegi Kulon, Gondanglegi, diketahui sebagai begal, kini memasuki persidangan ke dua dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Dibalik kisahnya, ternyata ZA sudah menikah dan memiliki satu orang anak. Pacar yang dilindungi dari begal tersebut bukan istrinya, melainkan perempuan yang berbeda.

Pada sidang perdana, yang digelar pada Selasa (14/1) Minggu kemarin, ZA diancam dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman paling berat penjara seumur hidup. Tetapi, isu yang berkembang saat ini ZA didakwa seumur hidup.

Dengan begitu, pihak Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, melalui Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang menyampaikan jika tidak ada dakwaan seumur hidup kepada ZA, karena pelajar yang kini berhadapan dengan hukum itu masih tergolong anak-anak.

“Kami pastikan tidak ada dakwaan seumur hidup. ZA diproses dalam sistem peradilan anak. Sesuai Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak, sistem hukumannya setengah dari ancaman hukuman usia dewasa,” ungkap Kasipidum Kejari Kabupaten Malang Sobrani Binzar, Senin (20/1).

Menurut Sobrani, dalam sistem peradilan yang tengah berjalan saat ini diatur dengan undang-undang, bagaimana negara memberikan perlindungan. Namun, untuk adanya pasal berlapis dalam surat dakwaan tersebut, pihaknya hanya mengacu pada pada berita acara saja.

Seperti pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, subsider 338 soal pembunuhan, 351 ayat 3 tentang penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal dunia, dan Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1951 terkait membawa senjata tajam. Tapi, itu bukan berarti penuntut akan membuktikan seluruh pasal seperti dalam surat dakwaan tersebut.

“Untuk sistem peradilan anak, diatur oleh undang-undang tidak boleh menyebutkan terdakwa, akan tetapi anak. Proses peradilannya tertutup, identitas secara keseluruhan tidak boleh dipublikasi. Yang dinamakan pasal berlapis bukan semuanya dibuktikan, 340-nya dibuktikan begitu juga yang 338 KUHP, tidak secara komulatif begitu. Tapi yang dibuktikan salah satu dari pasal tersebut karena sifatnya subsider, kalau 340 KUHP tidak terbukti, maka akan membuktikan 338-nya, kalau tidak terbukti maka ke 351-nya,” pungkasnya. (Der/Ulm)