MALANGVOICE – Isu adanya dugaan mafia skincare etiket biru sedang ramai di media sosial. Isu itu sampai di warga Malang dan berharap tidak membahayakan konsumen.
Sebagai informasi, skincare etiket biru adalah sebuah jenis skincare yang seharusnya diresepkan dokter, diracik apoteker, dan diberikan pada pasien spesifik yang memang membutuhkan resep tersebut.
Produk skincare etiket biru tidak boleh diproduksi secara massal dan dijual bebas, karena peruntukannya memang bukan kepada masyarakat umum.
Baca Juga: Koleksi Pundi-pundi Medali Menambah Suntikan Mental Tanding Atlet Kota Batu Jelang Porprov 2025
Posko Pemenangan Abadi Jadi Tempat Menyerap Aspirasi Warga Kota Malang
Salah seorang warga Malang, Alrista Sinta berharap pengawasan diperketat. Dia khawatir skincare itu beredar di pasaran dan dapat membahayakan konsumen.
“Skincare etiket biru itu kan memang tidak boleh diproduksi massal ya. Nah ini sekarang ada mafia, terus ternyata ada produk yang dijual bebas, kita sebagai konsumen jelas takut ya. Semoga, kalau memang benar ada, bisa cepat ditarik dari pasaran,” ucapnya, Rabu (2/10).
Isu etiket biru itu berawal dari Nikita Mirzani yang secara blak-blakan menyebut nama Heni Sagara sebagai sosok di baliknya. Pernyataan Nikita ini mencuat setelah podcast dr Richard Lee bersama dr Oky, pemilik Bening’s Clinic dr Oky curhat pengalaman buruk menjalankan bisnisnya saat berhadapan dengan mafia skincare. Nikita yang menjadi brand ambassador klinik kecantikan dr Oky lantas ikut buka suara.
“Teruntuk ibu pabrik, sudah sebut aja Ibu Heni yang punya pabrik di Bandung sana. Kamu jangan coba-coba membuat Peri (dr. Oky) meneteskan air mata,” kata Nikita Mirzani melalui Instagram Story-nya beberapa hari lalu.
Lalu, siapa sebenarnya Heni Sagara? Heni diketahui lahir pada 18 November 1987. Pemilik nama lengkap Heni Purnamasari itu memulai kariernya sebagai seorang apoteker setelah menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Farmasi Bandung (STFB). Dia meraih gelar Profesi Apoteker pada 2012.
Dia lalu concern terhadap produk perawatan kulit hingga mendorongnya mendirikan beberapa perusahaan besar dalam industri skincare, termasuk PT Ratansha Purnama Abadi dan PT Sagara Purnama. Kedua perusahaan ini bergerak di bidang maklon atau jasa pembuatan kosmetik, obat tradisional, serta produk perawatan kesehatan rumah tangga.
Heni juga dikenal sebagai pendiri beberapa brand skincare yang cukup dikenal. Antara lain Marwah Skin Clinic, Anzora Skin, dan Hi-Glow Skincare.
Sebelum ini kontroversi juga pernah melekat kepada Heni. Namanya terlibat dalam sejumlah konflik yang melibatkan pemilik brand skincare lain.
Salah satu isu yang muncul adalah tuduhan bahwa Heni merayu reseller-reseller dari brand lain untuk berhenti menjual produk-produk tersebut dan membuat brand mereka sendiri melalui jasa pabrik maklon miliknya. Heni dituding sebagai dalang di balik jaringan bisnis yang diduga manipulatif dalam merekrut reseller baru.
Sementara itu, Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menegaskan bahwa pihaknya sedang mengusut dugaan mafia skincare etiket biru tersebut. Apalagi, skincare etiket biru itu disebut-sebut masih beredar luas di pasaran, baik offline maupun online.
“BPOM RI akan menuntaskan semuanya, tegak lurus dengan aturan. Kami tindak kalau ada ‘orang dalam’ yang bermain,” tegasnya.(der)