MALANGVOICE— GoTo Impact Foundation (GIF) meluncurkan program inovasi agribisnis kopi berkelanjutan bernama Gandrung Tirta di Desa Ketindan, Kabupaten Malang. Melalui program Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) 3.0 ini menggabungkan teknologi Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan pemberdayaan masyarakat.
Inovasi ini hadir sebagai respons terhadap rendahnya produktivitas kopi di Indonesia, termasuk di Ketindan, yang baru mencapai 43%. Gandrung Tirta dirancang untuk memberdayakan petani, pemuda, dan ibu rumah tangga agar lebih siap menghadapi peluang pasar kopi yang terus tumbuh.
Ketua GIF, Monica Oudang, menekankan pentingnya perubahan yang berakar dari masyarakat.
“Perubahan yang bertahan lama bukan sekadar soal teknologi. Ini tentang keberanian untuk berdaya, agar masyarakat bisa menjadi penggerak utama inovasi di daerahnya,” ujar Monica.

Kota Malang Raih Predikat Pembangunan Daerah Terbaik se-Jawa Timur
Peluncuran ini sejarah baru upaya mengangkat sumber daya lokal, semangat gotong-royong, dan teknologi dapat menjadi kekuatan nyata untuk membawa perubahan di suatu wilayah.
Monica berharap gerakan kolaboratif ini dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara maksimal dan bahkan direplikasi ke daerah-daerah lainnya.
“Sudah saatnya kita Berani untuk Berdaya, terbebas dari cara penyelesaian lama yang menghalangi ruang tumbuh kita,” imbuh Monica.
Ia melanjutkan, dengan pendampingan intensif di Catalyst Changemakers Lab (CCLab), pihaknya mendorong para changemakers, termasuk Gandrung Tirta, untuk mampu berinovasi secara kolektif dan kontekstual.
“Tujuannya bukan mengejar peningkatan produktivitas kopi semata, namun juga menyelesaikan akar permasalahan dengan menempatkan petani sebagai mitra dan meningkatkan minat generasi muda di bidang perkebunan,” jelas Monica.
Program Gandrung Tirta dijalankan oleh konsorsium empat organisasi: Agroniaga, BIOPS Agrotekno, FAM Rural, dan Rise Social. Mereka mengembangkan tiga strategi utama:
Pertama, Teknologi Pertanian: IoT dan AI membantu petani memantau tanaman, mengurangi risiko gagal panen, dan meningkatkan produktivitas.
Kedua, Pengelolaan Limbah Organik: Ibu rumah tangga dilatih mengolah limbah kopi menjadi produk bernilai, sekaligus mendukung praktik ramah lingkungan.
Ketiga, Pemberdayaan Pemuda & Kelembagaan: Pelatihan budidaya kopi, wirausaha, dan penguatan kelompok tani untuk menciptakan ekosistem agribisnis berkelanjutan.
Nasrullah Aziz, perwakilan konsorsium, menargetkan peningkatan produktivitas hingga 18% dan kenaikan pendapatan petani sebesar 15% pada tahun pertama.
Kepala Bappeda Kabupaten Malang, Ir. Tomie Herawanto, menyambut baik program ini sebagai langkah strategis menuju ekonomi hijau sebesar 66,84% pada 2045. Karena itu ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk ambil bagian dalam inovasi Gandrung Tirta demi terwujudnya transformasi ekonomi hijau dan masyarakat Malang yang lebih sejahtera.
“Pengembangan agribisnis tidak hanya soal peningkatan produktivitas untuk memenuhi permintaan pasar, tetapi juga memastikan keberlanjutan daya dukung SDM dan lingkungan,” ujarnya.
Program ini menjadi penutup rangkaian peluncuran CCE 3.0 di empat daerah: Magelang, Lombok Tengah, Belitung, dan Malang. Selama setahun ke depan, para changemakers akan fokus memastikan program bisa tumbuh mandiri di tiap wilayah.(der)