MALANGVOICE – Kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang mencapai rata-rata 23 persen, dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35 persen membuat Gabungan Pengusaha Rokok Malang (Gaperoma) khawatir.
Kekhawatiran itu dirasa akan berdampak pada naiknya ongkos produksi yang mempengaruhi harga.
“Kenaikan cukai ini jelas mempengaruhi hasil produksi. Kalau kenaikannya segini gede, jelas penurunan produksi agak lumayan,” ungkap Ketua Gaperoma, Johny, pada awak media, Sabtu (25/10).
Menurut Johny, keputusan menaikkan tarif cukai hasil tembakau yang akan diberlakukan pada awal tahun 2020 nanti, dapat berimbas pada produksi rokok yang sudah sedikit itu jadi sulit dijual akibat menurunnya daya beli masyarakat terhadap rokok.
“Marketingnya itu nanti yang susah. Jika penjualan susah, pembelian bahan baku juga menurun, petani tembakau akhirnya juga terdampak,” jelasnya.
Sebenarnya, lanjut Johny, kenaikan tarif cukai hasil tembakau tersebut sudah direncanakan sejak September 2019 lalu. Untuk itu, Gaperoma sudah beberapa kali mencoba berupaya dan berbuat (ikhtiar) ke Jakarta karena merasa kenaikan ini akan berdampak pada penurunan penjualan dan produksi rokok.
“Kami sudah berupaya ke Jakarta untuk berikhtiar supaya kenaikannya tidak langsung drastis, namun tidak menemui titik temu hingga kebijakan itu menguat disahkan di 2020. Bahkan kami juga telah melayangkan surat keberatan yang ditunjukan Kepada Pemerintah pusat yang ditembuskan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang beberapa waktu lalu,” ulasnya.
Akan tetapi, tambah Johny, jika pemerintah tetap menaikkan tarif cukai hasil tembakau, pihaknya juga tidak masalah, asal naiknya bisa teratur, terstruktur dan tidak terjadi secara tiba-tiba dan langsung signifikan.
“Ya boleh saja, asal tidak drastis, entah setahun dua kali apa giman, supaya pengusaha ini bisa menyesuaikan diri dan bersiap-siap. Jika langsung drastis kayakngini jelas berdampak ke produksi, kemungkinan produksi menurun dan pengusaha akan PHK karyawan,” tandasnya.(Der/Aka)