MALANGVOICE – DPC PDIP Kabupaten Malang minta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang menertibkan rekanan atau kontraktor luar daerah yang mengikuti tender pengadaan barang dan jasa.
“Saya mengusulkan dan berharap pimpinan DPRD bersama Bupati Malang duduk bersama untuk menertibkan kontraktor luar daerah. Minimal ada Perda atau Peraturan Bupati (Perbup) agar memberdayakan dan melindungi kontraktor lokal. Terutama kontraktor yang klasifikasinya masih UMKM agar mendapat bagian dalam proyek-proyek pemerintah yang dibiayai APBD,” ucap Wakil Ketua Bidang Ekonomi Kreatif DPC PDI Perjuangan Kabupaten Malang, Abdul Qodir, Sabtu (31/7).
Pria yang akrab disapa Adeng ini berharap, dengan adanya Perda atau Perbup tersebut dapat memberikan kesempatan kontraktor lokal, utamanya UMKM untuk berkembang.
“Hanya kebijakan bupati yang bisa melindungi mereka, termasuk mengharuskan kontraktor besar menyerahkan pekerjaan-pekerjaan kecil ke kontraktor yang kelasnya UMKM. Jika tidak begitu, maka UMKM di Kabupaten Malang akan mati suri,” jelasnya.
Menurut Adeng, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang pengadaan barang dan jasa tersebut dapat dijadikan momentum untuk mewujudkan komitmen kerakyatan dan merealisasikan visi-misi Malang Makmur yang digagas Bupati dan Wakil Bupati Malang, Sanusi-Didik.
“Dengan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah, maka saya harap aturan ini dapat segera berdampak terhadap pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini,” ulasnya.
Aturan tersebut, lanjutnya, dapat menjadi payung hukum bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom), dan Kelompok kerja (Pokja) untuk membendung kontraktor-kontraktor besar luar daerah menguasai semua sektor kegiatan di Kabupaten Malang.
“Kasihan Pokja dan PPKom-nya jika tidak memiliki payung hukum. Mereka serba dilematis mengambil kebijakan dalam menentukan pemenang tender, seperti dalam Perpres16/2018 dan Perpres12/2021 juga mengatur PPKom dalam menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS),” tegasnya.
Adeng menjelaskan, untuk menetapkan HPS tersebut, PPKom melaksanakan survey yang dibiayai oleh APBD, setelah menjadi produk dan dilempar ke ULP untuk ditenderkan, datang penawaran dengan harga terendah turun 40 persen dari HPS dan dinyatakan sebagai pemenang.
Hal itu membuat publik menduga-duga, jika PPKom bisa dikatakan gagal dalam perencanaan karena dianggap tidak cermat dalam menentukan harga perkiraan sendiri karena HPS nya terlalu tinggi. Menurutnya, penawaran turun 40 persen saja penyedia jasa sudah mendapat keuntungan.
“Saat ini banyak kontraktor kelas kakap yang menang tender, karena berbekal kelengkapan sarana dan prasarana seperti sewa alat di nol kan, sehingga mereka masih meraup untung sekalipun penawaran turun 40 persen. Tapi kemungkinan yang kedua ini kan tidak dimiliki oleh UMKM. Nah pada posisi inilah pemerintah daerah harus hadir dalam memberi perlindungan,” bebernya.
Untuk itu, tambah Adeng, dirinya meminta kepada eksekutif dan legislatif untuk melindungi kontraktor lokal.
“Saya berharap APH mendukung, agar kedepannya tidak lagi langsung main panggil pejabat pengguna anggaran (Kadis) atau kades atas dugaan kesalahan administrasi sebelum yang bersangkutan diperiksa Inspektorat. Kecuali adanya indikasi proyek bodong, ini penting supaya mereka bekerja dengan nyaman dengan begitu fungsi pelayanan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” pungkasnya.(end)