Diskusi Jurnalistik Benteng bagi Kades untuk Mempersempit Ruang Gerak Wartawan Abal-abal

Diskusi Jurnalistik digelar APEL Kota Batu. Kegiatan ini juga turut menghadirkan Ketua PWI Malang Raya, Cahyono. (MVoice/istimewa).

MALANGVOICE– Masih banyak oknum wartawan yang tidak sesuai kode etik jurnalistik dalam meliput berita di Kota Batu.

Keberadaan mereka membuat resah kepala-kepala desa di Kota Batu yang didatangi oknum-oknum yang mengaku sebagai wartawan dengan dalih berbagai kepentingan untuk mendapatkan ‘upeti’. Mulai dari yang memasang wajah memelas bahkan tak segan-segan mengintimidasi berujung tindak pemerasan.

Hal itu diungkapkan Ketua Asosiasi Pemerintah Desa dan Kelurahan (APEL) Batu, Wiweko. Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Oro-Oro Ombo itu mengaku kebingungan untuk membedakan mana wartawan kompeten dan wartawan abal-abal. Dari penuturan sejumlah kades, oknum-oknum wartawan abal-abal berasal dari luar Kota Batu. Karena merasa asing, terkadang membuat sejumlah kades bimbang, antara menerima atau menolak kehadiran mereka.

Untuk itu, APEL Batu menggagas penyelenggaraan Diskusi Jurnalistik yang diselenggarakan di Balai Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu (Rabu, 8/5). Dalam kegiatan itu turut mengundang Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya, Cahyono sebagai pembicara memberikan pemahaman jurnalistik.

“Selama ini, kawan-kawan kades cukup awam menyikapi oknum yang mengatasnamakan wartawan. Pemahaman kejurnalistikin ini sebagai benteng bagi kami agar bisa mempersempit ruang gerak wartawan abal-abal,” ungkap dia.

Baca juga:
DLH Kota Malang Klarifikasi Soal Petugas Kebersihan Korban Kecelakaan

Kantin Sehat Aisyiyah Jadi Sarana Pembelajaran Mengenalkan Jajanan Bergizi kepada Anak Sekolah

PWI Malang Raya Ajak Perumda Tugu Tirta Melek Jurnalistik di Era Digital

Jalin Sinergisitas, Pemerintah dan Pers Kota Batu Bahas Kode Etik Jurnalistik

Sementara itu, Ketua PWI Malang Raya, Cahyono cukup memahami keluhan yang disampaikan sejumlah kades. Menurutnya, pada tahun 2023 lalu, PWI Malang Raya menerima sebanyak 57 pengaduan dari kades-kades dan ada 31 pengaduan dari sejumlah guru di Kabupaten Malang. Perkara yang dilaporkan itu berkaitan dengan upaya intimidatif hingga berujung pemerasan yang dilakukan wartawan abal-abal.

“Kalau sudah melakukan pemerasan itu tindak pidana, harus dilaporkan ke aparat penegak hukum (APH). Ada satu wartawan abal-abal yang saat ini mendekap di LP Lowokwaru karena pemerasan. Karena hal itu bukan lagi berkaitan dengan permasalahan sengketa pers,” terang Cahyono.

Cahyono menyampaikan, keberadaan wartawan abal-abal merusak reputasi wartawan profesional yang dibuktikan dengan lolos uji kompetensi. Karena kerja jurnalistik tak hanya cukup berbekal kartu pers dan rekaman saja. Namun harus memiliki latar belakang pengetahuan dan integritas untuk menyajikan produk berita berkualitas. Tanpa produk jurnalistik mustahil jika orang tersebut berprofesi sebagai wartawan. Jika mengacu pada UU Pers ada kode etik yang dijunjung insan pers dalam menjalankan tugasnya.

Lebih lanjut, ia membeberkan ada perbedaan antara wartawan abal-abal dan wartawan kompeten, dari segi tata cara berperilaku dan menyampaikan pertanyaan. Dewan Pers memperbolehkan narasumber menolak memberikan pernyataan ketika diwawancara wartawan yang belum memiliki sertifikasi uji kompetensi.

“Saat ini sangat mudah mendapat kartu pers karena dijual oleh perusahaan pers. Makanya Dewan Pers mengharuskan wartawan harus mengikuti uji kompetensi sebagai tolak ukur kompetensi dan profesionalitas. Jika didatangi wartawan, bapak kepala desa jangan untuk menanyakan apakah sudah memiliki sertifikasi uji kompetensi atau belum,” papar dia.(der)

1 COMMENT

Comments are closed.