MALANGVOICE– Prevalensi stunting di Kota Batu berada di angka 10,65 persen per September 2024. Hal ini menunjukkan kasus stunting mengalami penurunan dari sebelumnya yang menyentuh angka 12,16 persen pada tahun 2023 lalu.
Intervensi gizi dan kolaborasi antarlini terus digencarkan Pemkot Batu guna memenuhi asupan nutrisi agar meminimalisir kasus stunting.
Selain itu, persoalan stunting bukan hanya menyangkut kurangnya asupan gizi. Melainkan juga dipengaruhi faktor kualitas lingkungan yang memiliki kontribusi signifikan terhadap penurunan kasus stunting. Sehingga penanganan stunting membutuhkan langkah strategis dan komitmen bersama melibatkan lintas sektor.
Pj Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai membentuk program Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting (BBAS) yang dijankan sejak 1,5 tahun lalu. Melalui program itu, seluruh OPD diinstruksikan turut terlibat untuk menurunkan angka stunting. Karena persoalan gizi buruk pada anak bukan hanya tanggung jawab Dinkes Batu, namun juga butuh dukungan kolaboratif dari semua pihak.
Setiap OPD minimal mengawal dua anak penderita stunting di bawah usia dua tahun (baduta). Pendampingan intervensi gizi ditujukan kepada baduta stunting yang mengalami masalah selama 3 bulan. Langkah itu cukup efektif dan membuahkan hasil dalam menekan kasus stunting di Kota Batu
“Meski prevalensi stunting sudah di angka 10,65 persen, Pemkot Batu tak mau bersantai-santai. Di akhir tahun nanti, mereka menargetkan prevalensi stunting di Kota Batu menyisakan satu digit,” tegas Aries.
Berbagai upaya dilakukan untuk mencapai target tersebut, di antaranya pemantauan berkala pasien pendampingan, memastikan penanganan oleh dokter spesialis, juga percepatan pelayanan Posyandu. “Angka stunting harus terus di tekan di Kota Batu,” imbuh dia.
Dia mengungkapkan, saat beberapa kali melakukan pemantauan langsung ke masyarakat. Diketahui masyarakat perlu bantuan konsultasi lebih intens. Penekanan dari pendamping diperlukan agar tak sampai ada pengabaian oleh keluarga kepada kesehatan balita. Sehingga tidak semakin banyak keluarga yang tercatat berisiko stunting.
“Stunting di Kota Batu penurunannya cukup baik. Harapan kami lebih signifikan penurunannya, kami akan terus melihat secara langsung kondisi masyarakat,” tutur dia.
Pada Tahun 2024 ini, Kota Batu menargetkan bisa menurunkan angka stunting ke angka 8 persen. Sedangkan pada September kemarin, angka prevalensi stunting sudah berada di angka 10,65 persen.
Rangkaian intervensi dilakukan untuk mendorong pemberian gizi optimal khususnya pada balita di Kota Batu. Meski ada pendampingan, Pj Aries menyebut tak ingin ada salah langkah. Sehingga pelibatan konsultasi dokter spesialis menjadi kunci penanganan tepat.
“Puskesmas mengetahui proses terintervensi, dicocokkan datanya secara valid. Seperti anak (balita) kembar di Desa Pendem, hasilnya ada tinggi dan berat badan kurang. Tapi tidak serta merta langsung ada bantuan terkait gizi, melainkan dibawa ke fokter spesialis,” benernya.
Dari angka 10 persen dapat ditekan turun pada akhir tahun nanti. Jika tak sampai 8 persen, dia berharap bisa turun sekitar satu persen melalui penanganan pelayanan yang tepat. Untuk mewujudkan hal itu, masyarakat bisa bekerja sama untuk aktif dalam Posyandu agar kondisi kesehatan anak terpantau dengan baik tak sampai berisiko stunting.
Sebab, apabila langkah intervensi stunting tak sesuai, maka kasus stunting di Kota Batu tak akan benar-benar teratasi secara efektif. Contohnya tak boleh sembarangan memberikan gizi ataupun makanan.
“Kami menargetkan bisa turun 1 digit di akhir 2024. Mungkin sekarang angkanya sudah sekitar 10,13 persen, jika bisa turun satu digit sudah lebih baik,” imbuhnya.(der)