Dewan Tanggapi Keluhan Sopir Angkot Soal Keberadaan Trans Jatim

MALANGVOICE – Rencana beroperasinya Trans Jatim di Kota Malang memicu penolakan dari sopir angkutan kota (angkot). Mereka khawatir kehadiran bus antarkota itu akan semakin mempersempit ruang gerak sekaligus menurunkan pendapatan.

Puluhan sopir yang tergabung dalam paguyuban dan Organda menyampaikan keresahannya langsung dalam audiensi bersama DPRD Kota Malang, Senin (15/9). Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, mengakui para sopir belum dilibatkan secara utuh dalam pembahasan program tersebut.

“Mereka adalah stakeholder penting di sektor transportasi Kota Malang. Kekhawatiran muncul karena kebijakan Trans Jatim dirasa belum disusun secara komprehensif,” ujar Amithya usai audiensi.

Polinema Sambut 13 Mahasiswa Baru Internasional, Perkuat Komitmen Multikultural

Salah satu opsi yang kini dibahas adalah menjadikan angkot sebagai feeder atau pengumpan bagi Trans Jatim. Amithya menilai wacana itu cukup realistis, mengingat jalan-jalan di Kota Malang tergolong sempit dan bus tidak bisa menjangkau semua titik.

“Feeder pasti dibutuhkan. Tapi porsi dan pola penggunaannya dalam sistem transportasi ini yang masih belum jelas,” tambahnya.

Ia juga menyoroti potensi besar angkot sebagai feeder di kawasan kampus. Dengan jumlah mahasiswa di Kota Malang yang mencapai 700 ribu, angkot bisa menjadi solusi efektif menekan kemacetan.

“Bayangkan kalau semua mahasiswa pakai kendaraan pribadi, macetnya pasti lebih parah. Kalau angkot bisa difungsikan sebagai feeder, justru bisa membantu mengurangi beban lalu lintas,” tegasnya.

Amithya memastikan aspirasi sopir angkot, termasuk petisi yang mereka ajukan, sudah diteruskan ke DPRD Jawa Timur. Materi audiensi juga dikirimkan ke Dinas Perhubungan Jatim sebagai bahan pembahasan lebih lanjut.

“Ini sudah diteruskan ke provinsi dan akan jadi bahan diskusi. Saya juga memberi ruang Komisi C dan D untuk mengawal, termasuk soal transportasi publik provinsi dan transportasi bagi anak sekolah,” jelasnya.

Program Trans Jatim sendiri ditargetkan beroperasi Oktober atau paling lambat November 2025. Namun, Amithya mengingatkan ada banyak catatan yang harus dibenahi, terutama soal integrasi antarkota dan kolaborasi dengan transportasi publik yang sudah ada.

“Karena ini konsep aglomerasi, Kota Malang tidak bisa berdiri sendiri. Harus ada landasan kuat dari provinsi, baru kemudian diterjemahkan sesuai kondisi di lapangan,” pungkasnya.(der)

Berita Terkini

Arikel Terkait