Demi Bertemu Putranya di Kabupaten Malang, Pengungsi Warga Curah Kobokan Lumajang Ini Nekat Memutar 8 Jam

MALANGVOICE – Saat Gunung Semeru mengeluarkan Wedus Gembel, satu hal yang ada di benak Saiful Anam, selain menyelamatkan diri. Menemui anaknya yang mondok di Kabupaten Malang.

Pria berusia 34 tahun warga Curah Kobokan, Kecamatan Candipuro, Lumajang, ini lantas mengambil jalan memutar demi bertemu putranya yang tinggal di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang.

Mestinya, Saiful yang tinggal di Lumajang tak sampai satu jam bisa dengan cepat bertemu anaknya di Kabupaten Malang melalui Jembatan Perak atau lebih dikrnal dengan Gladak Perak.

Karena Jembatan Gladak Perak runtuh akibat diterjang lahar dingin erupsi Gunung Semeru, akhirnya Saiful memutar lewat jalur utara.

“Saya ambil Jalan memutar dari Lumajang lewat Probolinggo, Pasuruan sampai menuju ke Ampelgading ini. Perjalanan itu saya tempuh dengan menumpang kendaraan yang melintas,” ujarnya, Jumat (10/12).

Saiful menceritakan, sebelumnya dia bersama tiga orang keluarganya yang selamat dari erupsi Gunung Semeru sempat mengungsi selama satu hari.

“Pada saat kejadian Sabtu itu saya sempat mengungsi. Lalu pada hari Minggu (5/12) saya memutuskan pergi ke Ampelgading untuk menemui anak saya yang mondok di pondok pesantren Daarul Ulum, Tawangsari, Tirtomarto, Ampelgading, Kabupaten Malang,” terangnya.

Setelah memakan waktu tujuh jam, tepatnya pada Senin (6/12) lalu, Saiful bersama tiga anggota keluarganya berhasil sampai di pondok dan bertemu dengan putranya yang bernama Alfarizi (14).

Selain Alfarizi, di Ponpes Daarul Ulum ini masih ada sekitar 14 santri asal Kabupaten Lumajang yang keluarganya terdampak erupsi. Bahkan ada di antara mereka kehilangan kontak anggota keluarganya hingga sekarang.

“Senin itu kami sampai dan bertemu dengan anak saya yang mondok. Sejak saat itu sampai sekarang saya tinggal di rumah saudara yang berada di dekat pondok anak saya,” kata dia.

Meski dia dan keluarga selamat dari keganasan erupsi Gunung Semeru, kini Saiful harus merelakan rumah dan sawah yang dimilikinya yang hancur diterpa erupsi Gunung Semeru.

“Sawah juga tidak bisa digarap lagi karena tertutup abu vulkanik,” ucap pria yang sebelumnya petani padi ini.

Saiful pun tak tahu setelah ini harus tinggal dimana, karena rumah dan mata pencahariannya telah lenyap terkena erupsi Gunung Semeru.

Pun pasrah mawon, nggak tau lagi ini nanti seperti apa kelanjutannya,” katanya menunjukkan kepasrahan.(end)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait