Dari Kasus Brigadir J, Pakar Manajemen Krisis UB Sarankan Polri Jalankan Prinsip Kebenaran dan Transparansi

Kapolri Jenderal Listyo Sigit. (dok. Polri)

MALANGVOICE – Masyarakat Indonesia digemparkan dengan terkuaknya kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang dilakukan kelompok Irjen Ferdy Sambo.

Kasus ini membuat isu isu liar bergulir mulai skandal perselingkuhan hingga isu Polri sebagai sarang mafia.

Pakar Manajemen Isu dan Krisis Universitas Brawijaya, Maulina Pia Wulandari, Ph.D menyarankan para polisi kembali menjalankan prinsip kebenaran dan transparansi.

Pakar Manajemen Isu dan Krisis Universitas Brawijaya, Maulina Pia Wulandari, Ph.D

Baca Juga: 26.830 DPT untuk Pilkades Serentak Kota Batu

“Manajemen Isu dan krisis bukan hanya fokus pada penyampaian informasi kepada publik dan strategi respon atas krisis yang terjadi tetapi juga harus berbasis pada etika public relations yaitu transparansi dan kebenaran. Ini seharusnya seriring sejalan dengan tagline Polri Presisi dan Transparan,” ucapnya sesuai rilis yang diterima MVoice, Kamis (18/8).

Pia menganggap sejak awal Polri melanggar kode etik Public Relations yang paling mendasar yaitu PR tidak boleh berbohong.

“Saat pertama kali kasus ini diumumkan ke publik, baik sengaja atau tidak sengaja banyak kebohongan yang disampaikan kepada publik,” ucap Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi ini.

Pia mempertanyakan komposisi tim manajemen krisis di tubuh Polri terutama dalam menghadapi kasus ini. Dia mengungkapkan tim manajemen krisis adalah sekumpulan orang dari berbagai departmen yang tujuannya untuk memutuskan arah kebijakan dan strategi organisasi dalam mengatasi krisis secara akurat dan tepat.

“Tim manajemen krisis bisa diketuai oleh kepala departeman yang terkait dengan sumber dan penyebab krisis hingga langsung diketuai oleh CEO,” paparnya.

“Dalam kasus ini, seharusnya semua departemen di dalam tubuh Polri terlibat dalam tim manajemen krisis termasuk pula jajaran pimpinan di tubuh Polri dan diketuai langsung oleh Kapolri,” sambung Pia.

Alumni Doktor di The University of Newcastle ini menyayangkan penanganan krisis pertama yang dilakukan dengan kebohongan karena Polri sangat gegabah dan tidak melakukan check and recheck secara teliti validitas informasi yang disampaikan oleh FS.

“Polri terlalu percaya begitu saja pada FS dan telah bertindak subyektif karena adanya pengaruh kuasa seorang Kadivpropam yang nota bene adalah polisinya Polisi,” tegas Pia.

“Dari apa yang terjadi, tim manajemen krisis Polri kecolongan dan kini justru menggunakan alasan bahwa Kapolri dan seluruh staf menjadi korban kebohongan skenario FS,” kata Pia.

Berkaca dengan yang sudah terjadi, Pia berharap Polri mampu mengelola krisis ini dengan sangat serius karena kepercayaan publik yang menjadi taruhannya.

“Polri harus mengelola krisis ini dengan sangat serius karena kepercayaan publik yang manjadi taruhannya. Kalau Polri tidak transparant, lambat, dan tidak profesional dalam menangani krisis ini, maka masyarakat akan semakin sulit mempercayai Polri dan semakin benci pada Polri.
Kalau sudah seperti ini, masyarakat tidak akan patuh pada hukum, keadilan jalanan akan merebak, dan akhir ini negara ini menjadi sebuah negara yang gagal,” imbuhnya.

Dia juga menyarankan Polri tidak hanya fokus pada informasi yang disampaikan, tapi juga tindakan nyata untuk mengatasi krisis karena akan menunjukkan bagaimana krisis ditangani, diselesaikan, dan diantisipasi dampaknya terutama dampak pada reputasi Polri.

Dewan Penasehat PERHUMAS se Malang Raya ini mengingatkan jika krisis bisa menimbulkan kehancuran organisasi namun krisis juga memberikan kesempatan (opportunity) kepada organisasi.

“Reputasi Polri yang mulai membaik memang hancur karena kasus ini. Tapi Polri punya sebuah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan yaitu pembenahan menyeluruh di tubuh Polri secara besar-besaran,” tutur Pia.

Pia mengungkapkan merebut kepercayaan publik sangat sulit dan membutuh waktu yang sangat lama, biaya yang sangat besar, usaha yang konsisten serta kemauan politik yang tinggi dari seluruh elemen di tubuh Polri.

“Polri ini institusi yang kadang dibenci tapi juga dicintai oleh masyarakat. Dicintai saat mereka mampu menegakkan hukum tanpa tebang pilih, melindungi masyarakat dan melayani masyarakat dengan baik. Dan negeri ini masih butuh Polri,” pungkasnya.(der)