MALANGVOICE – Organisasi jurnalis dan akademikus di Malang Raya berkomitmen geber literasi media dan literasi digital. Tujuannya menangkal kabar bohong alias hoaks.
Kenapa ini penting dan perlu komitmen bersama? Sebab, belakang ini semakin menjamurnya media daring atau online. Dewan Pers mencatat, pertumbuhan media daring mencapai 43 ribu, sedangkan hanya 168 media daring yang dikelola profesional. Merespon itu, AJI Malang, Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) Korda Malang dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Malang dan peguruan tinggi bakal melatih bersama mahasiswa dan pelajar. Pelatihan yang dimaksud, yakni pendidikan literasi media sejak dini.
“Ada penyimpangan, terjadi pelanggaran etik berat,” kata Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, Abdi Purmono dalam diskusi akhir tahun 2018 di Warung Srawung Malang, Sabtu (29/12).
Abdi Purmono melanjutkan, sekitar 30 perusahaan media daring berdiri selama kurun waktu lima tahun terakhir. Serta sebanyak 30-an tabloid mingguan bakal bermigrasi ke media daring.
“Mayoritas media daring tak berbadan hukum sesuai standar perusahaan pers yang dikeluarkan Dewan Pers,” urainya.
Sementara itu, Data Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM sebagian menggunakan badan hukum palsu dan tak sesuai dengan peruntukan sebagai perusahaan pers. Sejumlah perusahaan media daring serampangan merekrut jurnalis. Serta tak melatih dan membekali keterampilan jurnalistik yang memadai. Termasuk tak memberi pemahaman kode etik jurnalistik dan pedoman pemberitaan media siber.
“Literasi media penting agar masyarakat bisa cerdas memilih media,” kata Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Merdeka Malang, Rochmat Effendy.
Tahun politik ini, lanjut dia, ancaman tak hanya datang dari luar tapi juga dari dalam media sendiri. Intervensi dan sensorship muncul karena kepentingan pemilik media. Terdapat setidaknya delapan grup perusahaan besar yang mengontrol sebagian besar media. Bahkan terdapat pemilik media yang berafiliasi dengan parti politik tertentu.
Dia menambahkan, pengaruh kepemilikan media membuat indeks kekebasan pers di Indonesia turun di sepanjang 2018. Dalam laporan kebebasan media di Asia Tenggara oleh IFJ, indeks kebebasan pers di Indonesia tak mengalami peningkatan karena keterlibatan pemilik media di Indonesia.
“Di sisi lain, intervensi dan sensorship hal ini ikut mendorong pudarnya kepercayaan publik pada produk media dan individu jurnalis,” pungkasnya. (Hmz/Ulm)