Catatan Peristiwa Desember, Perang Kemerdekaan di Karesidenan Malang (2)

MALANGVOICE – Masih di 20 Desember 1948. Setelah Kompi Sulam Samsun menghancurkan pos-pos Belanda di wilayah barat Malang, mereka bersama Kompi Matrawi dan Kompi Suwondho, semua dari Batalyon Hamid Rusdi berkekuatan hampir 400 orang bergerak ke Sumber Bendo.

22 Desember 1948. Setelah menyerang pos-pos Belanda di Badut dan Klampok mereka meringsek menuju Lang-Lang melalui Karangploso. Saat beristirahat karena kelelahan di kampung Lang-Lang, mata-mata Belanda mencium hal itu dan tak lama Belanda pun melakukan serangan besar, mengerahkan pasukan berlapis dan pengintaian dari udara. Terjadilah pertempuran tak seimbang.

Pertempuran berlanjut ke Karangan sesudah Shalat Jumat, 11 orang gugur dalam pertempuran itu termasuk Komandan Suwondho. Ketiga kompi bergerak kembali ke Sumber Bendo untuk berkonsolidasi.

21 Desember 1948. Setelah memenangi penyergapan di Pandansari, pasukan Sabar Sutopo bergerak membuka jalan ke Gubuk Klakah. Diperoleh informasi bahwa Belanda sudah mendirikan pos di dukuh Tosari. Dilakukan penyerangan dan dapat dirampas pitol dan beberapa pucuk senapan dari tangan pasukan Belanda.

Esoknya paginya, 22 Desember 1948 pukul 5 pagi, Belanda mengadakan serangan balasan dengan mengerahkan 2 kompi bersenjata lengkap, mobil lapis baja, dan pesawat udara. Dengan kerugian persenjataan, korban gugur dan luka, Kompi Gagak Lodra pasukan Sabar Sutopo bergerak menuju Jabung. Namun karena pertahanan musuh yang cukup kuat, memaksa pasukan RI kembali dan sampai di Kalijae Tumpang. Di sini, selama 2 hari pasukan tidak makan.

Ketika mencari makanan di desa-desa terdekat melalui hutan dan lembah, di tengah hujan lebat dan berkabut pasukan Belanda dengan tiba-tiba memberondong dengan senapan otomatis dan granat. Ternyata mereka sudah menduduki bukit-bukit di atas lembah. Hampir 40 orang gugur sebagai bunga bangsa, belum lagi yang terluka. Mereka dimakamkan di lereng-lereng Gunung Kalijae.

Di daerah basis Malang TImur Laut, di Nongkojajar dan sekitarnya adalah wilayah Kompi Yono Gaplek. Dengan personal dan persenjataan yang dimiliki, kompi ini siap melakukan pertempuran frontal menghadapi Belanda. Selain menyerang pos-pos Belanda di Nongkojajar, Pasrepan, Jabung, dan Gerba, pasukan Yono Gaplek juga berhasil melucuti pasukan-pasukan liar di daerah Malang Tmur Laut yang dipimpin oleh Jarot.

Mereka adalah gabungan dari bromocorah, pencuri, perampok, berkekuatan 2 seksi, menyengsarakan rakyat dan menguasai Jabung dan sekitarnya.

Pada 22 Desember 1948 pula, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, Kolonel A.H. Nasution mengumumkan berdirinya pemerintahan militer untuk Jawa. Dengan konsepsi baru pertahanan yang disebut dengan Perintah Siasat No.1 tahun 1948, dilakukan hal-hal antara lain: tidak dilakukan pertahanan linier, diperlambat majunya serbuan musuh, pengungsian total, dan bumi hangus.

Dibentuk kantong-kantong di tiap onderdistrik yang memiliki kompleks di wilayah pegunungan dan pasukan-pasukan yang berasal dari daerah federal menyusup ke belakang garis musuh (wingate) serta membentuk kantong-kantong sehingga Pulau Jawa menjadi medan gerilya yang sangat luas. (Bersambung/idur)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait