Pertengahan Januari 1949, besarnya kekuatan patroli pasukan Belanda dengan intensitas gerak yang tinggi disertai provokasi, perampokan, dan berbagai upaya untuk menurunkan semangat juang rakyat, menunjukkan ambisi Belanda yang kuat untuk menduduki Kota Dampit. Sejak awal Februari 1949 mereka bergegas memperbaiki jembatan dan jalan-jalan yang dirusak oleh pasukan gerilya RI dengan tujuan menguasai jalur perhubungan.
3 Februari 1949. Pasukan Untung Suropati 18 (PUS 18) bergerak dari Wonokitri menuju Gunung Kelop untuk membuat pangkalan pesiapan sekaligus perbentengan. Bagian dari pekerjaan awal PUS 18 pada waktu itu adalah menyusun kembali pemuda desa (Pagar Desa) yang kokoh dan membentuk pelopor-pelopor dari golongan rakyat yang bersenjata. Pekerjaan lainnya adalah mencari berita dan membentuk perhubungan lewat pos-pos rahasia.
4 Februari 1949. Pagi hari, diperoleh kabar bahwa pasukan Belanda dari Pamotan sudah sampai di Kota Dampit. Dikirimlah satu regu penyelidik ke wilayah Sumber Kembar untuk membaca situasi dan mereka kembali dengan informasi bahwa Belanda dengan kekuatan satu regu berada di gardu. PUS 18 pun mengadakan stelling di benteng untuk bersiaga. Seksi I Dan Seksi II dengan Keiki Kanjue (senjata mesin ringan) dan regu senapan mulai bergerak dari Gunung Kelop menuju Sumber Kembar. Serangan urung dilakukan karena pasukan masuh sudah kembali ke Dampit.
Regu Keiki Kanjue dan regu senapan selanjutnya memasuki Kota Dampit dan ketika melihat ada sepasukan musuh berada di pertigaan jalan besar dekat pasar, mereka pun melepaskan tembakan. Terjadi pertempuran sampai saat musuh mendapat bantuan dari Pamotan dan bermaksud mengepung. Pasukan RI melakukan pengunduran karena mendapat serangan balasan dari dua jurusan dengan persenjataan yang lebih kuat dan senjata berat. Musuh melakukan pengejaran, namun mereka pun kemudian mundur ketika tiba-tiba mereka ditembaki oleh juuki dan tekidanto pasukan RI dari atas Gunung Kelop.
21 Februari 1949. PUS 18 dengan bantuan dari pasukan Sabar Soetopo telah selesai mempersiapkan rencana dan gerakan untuk melalukan serangan-serangan terhadap pasukan Belanda. Perlu dilakukan pengacauan-pengacauan terhadap pangkalan-pangkalan musuh di Turen dan Sedayu, serta menghambat pergerakan musuh ke selatan dan timur. Bantuan tenaga dari rakyat daerah otonom Purwantoro sangat penting sebagai upaya untuk mengobarkan semangat dan kesetiaan rakyat pada RI meskipun meraka ada di daerah pendudukan Belanda. Musuh yang waktu itu juga berpangkalan di Sedayu bermaksud memudahkan kepentingan gerakan dan perbekalannya di wilayah selatan dengan bantuan dari Krebet dan Malang.
22 Februari 1949. Tengah malam, PUS 18 bersama rakyat bergerak menyerang sasaran di Talok, merusak jembatan Lesti, dan menyerbu pos di Turen. Serangan berhasil, musuh menarik mundur pasukannya. Meskipun jembatan Kali Lesti gagal diledakkan, paginya, 23 Februari 1949, pukul 05.00 WIB Kota Sedayu dapat dikuasai.
24 Februari 1949. Banjarpatoman dan sekitarnya telah dikuasai oleh pasukan RI.
27 Februari 1949. Didapatkan berita bahwa sebagian pasukan Belanda bergerak menuju Ngelak dan Amadanom. Pasukan RI segera menaiki Gunung Pandan Asri untuk stelling di perbentengan, sementara pasukan musuh sudah sampai di ujung kampung Banjarpatoman. Menunggu kedatangan musuh, serangan tidak dilakukan, karena untuk merahasiakan posisi dan menghemat amunisi. Ditengarai musuh berkekuatan satu setengah kompi, bersenjata juki, PM (pistol mitralyur), diikuti pasukan Genie dan Telegrafi, dan sebagian besar terdiri dari tentara Cakra yang ditarik dari Bali (Pasukan Gajah Merah).
Pukul 08.00 terjadilah tembak menembak selama hampir 3 jam. Pasukan RI menghentikan tembakan karena persediaan amunisi hampir habis. Pertempuran Wonokoyo bisa dikatakan sebagai pertempuran terbesar selama ini di wilayah Semeru Selatan. Di pihak musuh, banyak berjatuhan korban tewas dan luka, termasuk tewasnya komandan mereka. Di pihak pasukan RI, gugur 3 orang pasukan dan 3 orang penduduk sekitar.
Siangnya, pasukan musuh menangani mayat para serdadu dan mereka yang terluka, lewat Amadanom menyusuri lembah sungai dan jalanan kembali ke Dampit. Pasukan RI berhasil merampas PM, 300 butir peluru Karaben, sebuah Karaben, 3 mortier dan tempat peluru lengkap.
Sementara itu di wilayah lainnya, pada 3 Februari 1949, pihak Belanda mengadakan serangan ke sarang gerilya di Trawas. Pasukan gerilya termasuk pasukan Mansur Solichin terpaksa melakukan pengunduran.
17 Februari 1949. Pasukan gerilya menyerang markas Belanda di Wonokerto, melakukan pengrusakan di jalan-jalan, merusak kawat-kawat telepon dan listrik, serta memasang ranjau darat (Myn). Pertempuran terjadi, delapan pasukan Belanda tewas, sebuah truk hancur terkena Myn.
Esok harinya, pasukan gerilya kembali beraksi di jalan kereta api dan jalan raya, dan pemasangan Myn di Candirubuh Kenduruan. Sorenya, Myn berhasil melumatkan 2 truk bermuatan serdadu Belanda. Tidak lama, bantuan musuh datang menggunakan kereta api yang kemudian terhenti dihantam pasukan gerilya. Terjadilah kontak senjata. Tiga belas serdadu Belanda tewas, dari pasukan gerilya gugur satu bunga bangsa, Much. Nasir.
25 Februari 1949. Kota Pandaan menjadi sasaran gerakan pasukan gerilya. Dengan tujuan melucuti senjata polisi Belanda, mereka melakukan penghadangan di jalan raya Pandaan-Sukorejo, memasang Myn dan merusak kantor-kantor Belanda. Dapat dirampas 4 pucuk senjata, pakaian, sepeda, dan peralatan lainnya.
26 Februari 1949. Malam hari. Pasukan gerilya berhasil menghancurkan sebuah panserwagon yang sedang berpatroli menuju Pandaan. (idur/Perjuangan Total Brigade IV pada Perang Kemerdekaan di Karesidenan Malang, 1997).