Butuh Waktu 80 Tahun untuk Menuntaskan Seluruh Sampah di Sel Pasif TPA Tlekung

Pembakaran sampah dengan bersuhu tinggi menggunakan mesin incinerator di TPA Tlekung Kota Batu. (MVoice/M. Noerhadi).

MALANGVOICE– Tiga mesin incinerator menyala tanpa henti sejak didatangkan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tlekung Kota Batu sejak Desember 2023 lalu. Melalui mesin-mesin itu, sampah-sampah dari perkotaan maupun yang menimbun di sel pasif TPA Tlekung dimusnahkan dengan cara dibakar. Aroma tak sedap yang sebelumnya menyeruak hingga ke pemukiman warga pun dapat diminimalisir.

Munculnya bau tak sedap itu ditengarai karena buruknya tata kelola sampah hingga memantik protes warga. Apalagi daya tampung TPA Tlekung sudah dinyatakan melebihi kapasitas. Sehingga Pemkot Batu memutuskan agar TPA Tlekung tak lagi dibebani kiriman sampah dari penjuru Kota Batu. Metode pengangkutannya pun digeser, yakni hanya menampung sampah-sampah perkotaan, seperti dari fasilitas publik maupun pasar. Sementara limbah domestik rumah tangga diselesaikan melalui TPS3R yang ada di tingkat desa/kelurahan.

Pengawas Mesin Incinerator dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kota Batu Bambang Wahyu Kuncoro, menuturkan, saat ini TPA Tlekung hanya menerima sampah-sampah perkotaan. Setiap harinya, terdapat 3 armada truk pengangkut membawa sampah-sampah perkotaan yang total volumenya mencapai 12 ton. Begitu tiba, sampah perkotaan itu langsung dimasukkan ke mesin incinerator untuk dibakar.

“Satu tungku mesin incinerator berukuran 3,5 meter kubik dapat menampung 4 ton sampah. Setiap tungku ditopang daya listrik 3.000 watt,” terang Kuncoro.

Baca juga:
Matic PreNew Honda Stylo 160 Hadir di Malang dan Banyuwangi

DPUPRPKP Gerak Cepat Tangani Longsor di Sukun

Pantau Bibit Muda Lewat Turnamen Catur Nasional Piala Ketua KONI Kota Malang Djoni Sudjatmoko

3 Mesin Incinerator Tiba, Pemkot Batu Berencana Fungsikan Kembali TPA Tlekung

Menurutnya, ketiga mesin incinerator tersebut telah memenuhi standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan. Emisi gas buang berupa asap disemprot air agar tak menimbulkan pencemaran udara. Sementara itu, abu hasil pembakaran sampah diolah menjadi batako hingga pupuk.

“Abu dihasilkan dari pembakaran sampah dengan suhu tinggi. Untuk sampah baru dari perkotaan bisa terurai setelah melalui pembakaran 3-4 jam,” ujar dia.

Keberadaan mesin incinerator itu ditujukan juga untuk mengurangi timbunan sampah yang menggunung di sel pasif TPA Tlekung. Diperkirakan setiap harinya, terdapat 800 kilogram sampah dari sel pasif yang dimusnahkan melalui incinerator. Hanya saja butuh durasi lebih lama untuk membakar habis sampah dari sel pasif dibandingkan sampah perkotaan. Karena sampah dari sel pasif dalam kondisi basah dan liat lantaran menumpuk begitu lama. Kondisi itu suhu tungku menurun sehingga proses pembakaran lebih lama memakan waktu 8-10 jam.

“Karena lama terurainya, kadang sampah perkotaan harus nunggu giliran. Belum lagi kalau mesinnya ngadat, sedangkan kami harus berburu waktu menuntaskan sampah baru dari perkotaan maupun di sel pasif,” tutur dia.

Upaya untuk mengurangi timbunan sampah di sel pasif belum terlalu signifikan. Karena hanya berkisar 3 persen atau 800 kilogram sehari. Kuncoro memperkirakan, butuh waktu selama 80 tahun untuk menuntaskan seluruh timbunan sampah yang berada di sel pasif TPA Tlekung yang volumenya dapat mencapai jutaan kubik.

“Sangat memungkinkan mencapai segitu. Karena selama bertahun-tahun TPA Tlekung menerima sampah hingga 125 ton per hari,” ucap Kuncoro.(der)