MALANGVOICE– Sepasang kekasih berinisial GR (20) dan RN (19) diringkus Sat Reskrim Polres Batu lantaran keduanya diduga melakukan praktik aborsi. Cara itu dipilih karena sejoli itu tak ingin menanggung malu hamil di luar nikah.
Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata menuturkan, kedua pasangan tersebut telah berpacaran sejak Oktober 2023 lalu. Mereka sama-sama bekerja di salah satu hotel swasta di Kota Batu. Tersangka pria berinisial GR berasal dari Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sedangkan tersangka perempuan RN merupakan warga Kabupaten Malang.
“Peristiwa ini terkuak pada 3 September lalu berasal dari informasi laporan masyarakat,” ujar Andi saat memimpin konferensi pers kasus aborsi di Mapolres Batu, Selasa (17/9).
Baca juga:
Tim Labfor Polda Jatim Olah TKP Lokasi Kebakaran Pasar Comboran Kota Malang
Cerita Berkah di Balik Warteg Sederhana, Bantu Bagi Makanan Gratis Puluhan Tahun
Berawal dari Temuan Makam di Kecamatan Ngantang, Polisi Bongkar Identitas Pelaku Aborsi
Andi menuturkan, petugas mendapat laporan sesaat setelah dilakukannya praktik aborsi. Diperkirakan janin yang masih berbentuk gumpalan berusia 11 minggu atau hampir 3 bulan. Kemudian oleh tersangka janin dibuang lewat saluran kloset. Pihak kepolisian hanya menemukan plasenta yang ditempatkan dalam kuali.
“Janin dimasukkan ke kloset lalu di-flush. Untuk plasenta ada pada kami bersama sejumlah barang bukti lainnya. Seperti baju yang dikenakan kedua tersangka, 1 tablet obat penggugur kandungan,” imbuh dia.
Sebelum melakukan aborsi, pihak perempuan mendatangi dokter karena telat datang bulan. Begitu mengetahui hamil, keduanya sepakat untuk menggugurkan kandungan. Upaya pertama aborsi gagal, kemudian di bulan Agustus membeli kembali obat penggugur kandungan dengan menambah takaran. Obat tersebut dibeli dari toko online.
Keduanya dikenakan pasal 77 A Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2016, tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua, atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Ancaman hukumannya maksimal kurungan penjara 10 tahun.
“Pemeriksaan saksi-saksi akan dilanjutkan dengan scientific investigation, memperbanyak saksi-saksi ahli, seperti bidan yang melakukan pemeriksaan. Kami akan melakukan pendalaman apakah ada tersangka lagi,” pungkasnya.(der)