Bayu Sampaikan Catatan Fraksi PKS terkait Rancangan KUA-PPAS APBD Kota Malang 2026

MALANGVOICE- Fraksi PKS DPRD Kota Malang memberikan catatan pembahasan terkait Rancangan KUA-PPAS APBD Kota Malang 2026.

Catatan dibacakan anggota PKS, Bayu Rekso Aji saat rapat Paripurna Pandangan Umum Fraksi di DPRD Kota Malang, Rabu (17/9).

Ia mengatakan, Fraksi PKS memberikan perhatian serius terhadap lonjakan belanja pegawai dalam KUA-PPAS 2026 yang
naik signifikan sebesar Rp177.566.931.390 (177 miliar 566 Juta 931 Ribu 390 rupiah), dibandingkan pada realisasi tahun 2024 hanya sekitar Rp920 miliar.

Penghargaan Mbois Kota Malang Raih Apresiasi Nasional di Bidang Perumahan, Wali Kota: APBD Kita Pro Rakyat

Ironisnya, di saat yang sama target belanja daerah secara keseluruhan justru menurun hingga kurang lebih Rp400 miliar dibandingkan TA 2025, yang otomatis akan mengurangi ruang bagi program dan kegiatan strategis yang berhubungan langsung dengan kinerja pelayanan publik. Dalam logika perencanaan anggaran, ketika belanja program menurun, seharusnya belanja pegawai juga bisa disesuaikan agar proporsinya tidak semakin timpang dan membebani APBD.

“Apalagi nanti ada pemenuhan janji politik bantuan Rp50 juta per RT sehingga kebutuhan menjadi Rp216 miliar. Artinya pemerintah harus benar-benar memilah dan memilih program-program kegiatan di OPD yang selain di kelurahan,” kata Bayu.

Dengan fenomena itu dikatakan Bayu pasti ada penyesuaian atau pengurangan kegiatan dari ASN Pemkot Malang.

“Ya kami minta belanja pegawai lebih disesuaikan gitu ya. Disesuaikan dengan penurunan program kegiatan dibelanja di beberapa OPD,” imbuhnya.

Wakil Ketua II DPRD Kota Malang, Trio Agus Purwono mengatakan bahwa pihaknya akan meneliti postur anggaran belanja pegawai tersebut. Meski diakui pada 2026 kanti akan ada pengangkatan 3.000 PPPK yang menjadi salah satu faktor kenaikan belanja pegawai.

“Kami gak memungkiri kalau terjadi peningkatan karena pengangkatan PPPK. Jumlah PPPK yang akan diangkat semuanya 3.000 orang. Kalau itung itungannya aja Rp 170an miliar, itu belum ngomong tunjangan kinerja,” ucapnya.

Ia juga mengingatkan bahwa amanat UU mengharuskan belanja pedawai maksimal 30 persen APBD. Amanat ini akan diterapkan menyeluruh pada tahun 2027 nanti.

“Ini yang kami kritisi. Padahal amanat UU menekankan belanja pegawai itu 30 persen. Faktanya, hari ini sampai di angka hampir 47 persen, ini over. Kemarin saja (belanja pegawai 2025) sudah 37 persen,” bebernya.

Selain itu F-PKS memberikan 14 catatan kepada Pemkot Malang agar ditindaklanjuti. Antara lain Fraksi PKS menilai perhatian Pemerintah Kota Malang terhadap sektor UMKM, koperasi, dan pasar rakyat masih belum memadai. Penyelesaian masalah Pasar Blimbing dan Pasar Gadang yang berlarut-larut harus menjadi prioritas, karena keberadaannya sangat vital bagi perekonomian rakyat.

Di sisi lain, anggaran untuk
pemeliharaan insidental pasar masih sangat minim, padahal kondisi banyak pasar tradisional memerlukan perbaikan mendesak.

Fraksi PKS juga menyoroti 9 persoalan potensi kebocoran retribusi pasar yang sudah lama terjadi, sementara implementasi e-retribusi belum jelas kapan akan diterapkan secara penuh. Selain itu, angka pengangguran di Kota Malang masih tinggi, sehingga program UMKM harus diarahkan lebih kuat untuk membuka lapangan kerja baru, bukan sekadar kegiatan seremonial.

Fraksi PKS mencermati bahwa program Rp50 juta per RT yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp216 miliar, merupakan jumlah yang sangat besar dalam struktur APBD Kota Malang. Dengan beban anggaran yang besar,
program ini wajib dirancang seefektif mungkin untuk mendorong pembangunan di tingkat paling bawah, bukan sekadar program seremonial atau proyek yang sulit diukur
manfaatnya.

Transparansi, mekanisme partisipatif, serta
akuntabilitas pemanfaatan dana harus dipastikan sejak awal, agar anggaran daerah benar-benar dimanfaatkan untuk kebutuhan nyata masyarakat di lingkungan RT
masing-masing.

Fraksi PKS menyoroti janji politik Pemerintah Kota Malang berupa penyelenggaraan 1.000 event per tahun. Secara gagasan, program ini bisa menjadi daya ungkit pariwisata, ekonomi kreatif, dan UMKM di Kota Malang.

Namun Fraksi PKS menerima banyak keluhan dari pelaku pariwisata, termasuk Pokdarwis se-Kota Malang, bahwa hingga saat ini Pemerintah Kota Malang belum memiliki Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPARDA).

Kemudian soal pemenuhan kawasan RTH sebanyak 20 persen juga menjadi catatan. Penurunan anggaran DLH justru akan semakin melemahkan upaya penanganan banjir, sampah, polusi, serta pencapaian target RTH publik yang merupakan kewajiban hukum pemerintah daerah.

Hal lain juga menyoroti keberadaan proyek Trans Jatim yang dirasa belum memihak kepada sopir angkot di Kota Malang. Tak heran perwakilan dari paguyuban menyatakan penolakan kepada DPRD Kota Malang beberapa waktu lalu.(der)

Berita Terkini

Arikel Terkait