MALANGVOICE – Makanan, minuman, dan barang konsumsi lain yang beredar di era modern berpeluang bercampur dengan barang haram, baik dalam praktek pengolahan ataupun penyimpanannya.
Sebab itu MUI tengah memperjuangkan agar makanan dan minuman yang beredar di Indonesia mendapatkan sertifikasi halal.
“Barang yang halal itu sudah jelas, dan haram juga jelas. Nah kita merekomendasikan sertifikasi untuk barang yang tidak jelas, atau disebut subhat,” ungkap Sekjend MUI Jatim, Ainul Yaqin, dalam Sosialisasi Sertifikasi Halal di Batu, Kamis (18/9).
Menurutnya, banyak barang konsumsi mengandung benda haram atau kemasukan senyawa yang berasal dari benda haram. Misalnya gelatin, yang berasal dari tulang. Harus dilihat apakah tulang sapi atau tulang babi. Kemudian juga sistein yang berasal dari bulu atau rambut yang digunakan untuk improver roti, stunning atau penyetruman hewan yang hendak dipotong, dan juga turunan babi yang senyawanya digunakan dalam margarin dan es krim.
Bahkan hal yang paling sederhana adalah cara penyembelihan sapi, ayam, atau kambing konsumsi, yang harus disesuaikan dengan syariat Islam. Hal-hal seperti itu yang menurutnya syubhat.
“Nah kita itu harus menelitinya, apakah di suatu produk, kosmetik misalnya, mengandung senyawa yang haram? Jadi kita fungsinya untuk klarifikasi, produk itu condong ke mana? Halal atau haram?,” sambungnya.
Selanjutnya, dikatakan oleh Ainul kalau ke depan petugas sertifikasi halal bukan MUI lagi, melainkan Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal sesuai UU No 33 Tahun 2014.