MALANGVOICE – Dengan wilayah yang dikelilingi hutan, Kota Batu memiliki satu satwa endemik yakni ayam hutan hijau. Habitat fauna bernama latin Genus Valus ini berada di lereng Gunung Arjuno yang ditempuh via Desa Giripurno.
Ketua Asosiasi Pecinta Ayam Hias (APAH) Indonesia Jatim Rully Wicaksono menuturkan, ayam hutan memang tersebar di hutan-hutan Pulau Jawa. Meski begitu, terdapat perbedaan secara fisik karena bermutasi menyesuaikan dengan habitatnya.
“Ayam hutan Kota Batu cenderung bulat dan menghitam. Ukuran tubuhnya kecil,” kata dia.
Berbeda seperti di wilayah Jember yang memiliki bentuk tubuh agak panjang, kaki agak menghitam. Perbedaan fisik juga terlihat pada ayam yang ada di Pujon dan Ngantang, Kabupaten Malang. Bentuk tubuhnya gemuk dan kaki berwarna putih.
“Cenderung jinak karena sering bertemu dengan manusia,” imbuh Rully.
Ia mengatakan populasi ayam hutan hijau di Kota Batu terus menurun setiap tahunnya. Perburuan liar yang faktor utama terhadap menyusutnya populasi. Bisa dibilang sudah berada diambang kepunahan. Rully memperkirakan ayam hutan hijau asal Kota Batu saat ini jumlahnya tidak lebih dari 100 ekor.
Ia pun tergerak agar Kota Batu memiliki payung hukum dalam upaya konservasi tumbuhan dan satwa liar. Niatannya itu telah disampaikan kepada Wali Kota Batu agar membentuk suatu perda konservasi alam.
Tujuannya untuk mengurangi peredaran dari aktivitas pemburu satwa liar di Kota Batu. “Saya bersama aktivis lingkungan lainnya pernah audiensi terkait hal ini dengan Ibu Wali Kota dan diberi izin mencari kawasan untuk pelestarian. Tetapi sampai saat ini untuk perda belum ada tindak lanjutnya,” katanya.
Dia mengatakan terakhir memiliki ayam hutan hijau asal Kota Batu pada tahun 2017 lalu. Rully mendapatkannya dari pemburu yang dibelinya senilai Rp 75 ribu sampai Rp 100 ribu. “Jadi ceritanya saya itu tidak tega, karena menemukan pemburu itu hendak memburu ayam hutan hijau. Saya berpesan jangan dibunuh karena akan saya beli untuk dirawat,” katanya.
Namun pada tahun 2018 hingga saat ini, dia sudah tidak pernah dihubungi lagi oleh para pemburu yang asalnya rata-rata dari Singosari dan Lawang. Menurutnya para pemburu sudah tidak pernah menemukan lagi ayam hutan itu dan beralih memburu burung-burung di sekitar lereng Gunung Arjuno.
Pemburu itu sebenarnya sangat menyesal atas terancam punahnya ayam hutan hijau asal Kota Batu itu.
“Mungkin sudah jarang saat ini, dan keberadaan pemburu itu kejam sebenarnya hanya untuk kesenangan saja bukan lagi untuk dimakan tujuannya,” katanya.(der)