Anas: Marwah Pemerintahan dan Tingkat Kepercayaan Masyarakat Tergerus karena Kasus Korupsi

Direktur Hasta Komunika M Anas Muttaqin (Istimewa)

MALANGVOICE – Kasus korupsi yang melanda Malang Raya dalam setahun terakhir seolah menjadi tamparan keras terhadap sistem demokrasi.

Bagaimana tidak, tiga kepala daerah di Malang Raya dan 41 anggota DPRD Kota Malang terjerat kasus korupsi yang berbeda beda dalam rentang waktu setahun terakhir.

Dimulai dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap, Walikota Batu Eddy Rumpoko pada medio September 2017. Dalam putusan pengadilan Tipikor Surabaya yang dibacakan pada tanggal 16 Agustus 2018, Walikota Batu dua periode tersebut dinilai terbukti menerima suap berupa mobil merek Toyota New Alphard senilai Rp 1,6 miliar dari pengusaha Filiphus Djap. Selain itu, Eddy disuap dengan uang Rp 95 juta dan Rp 200 juta.

Ia pun dihukum 3,5 tahun penjara dan dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan. Tak hanya itu, hakim juga mencabut hak politik Eddy Rumpoko selama 3 tahun.

Selang enam bulan kemudian pada Maret 2018, Wali Kota Malang Moch. Anton ditangkap KPK atas keterlibatannya dalam kasus suap pembahasan APBD Perubahan (APBD-P) Kota Malang tahun anggaran 2015.

Putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya pada 10 Agustus 2018,
Anton dijatuhi hukuman dua tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider kurungan empat bulan, serta dicabut hak politiknya selama dua tahun yang berlaku sejak bebas.

Sementara itu, sebanyak 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang juga berstatus tersangka suap. Mereka ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran terlibat dalam kasus dugaan suap pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.

Terakhir di medio Oktober 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Malang, Rendra Kresna sebagai tersangka menerima suap dan gratifikasi.

Rendra diduga menerima suap dari tersangka Ali Murtopo dari pihak swasta sekitar Rp3,45 miliar terkait penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan pada Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Malang Tahun Anggaran 2011.

Sementara pada perkara gratifikasi, Rendra Kresna diduga menerima gratifikasi dari pihak swasta terkait dengan sejumlah proyek di beberapa dinas di Kabupaten Malang.

Melihat fakta diatas, Direktur Hasta Komunika research & consulting, Muhammad Anas Muttaqin menyebut bahwa kasus korupsi yang melanda tiga daerah di Malang Raya tersebut sangat mencoreng wajah pemerintahan.

Bahkan untuk kasus korupsi massal di Kota Malang yang menyita perhatian nasional karena melibatkan 41 dari 45 orang anggota DPRD Kota Malang. Dalam kasus ini, menurut dia legislatif yang harusnya melakukan pengawasan terhadap kinerja eksekutif, tapi justru membuka peluang adanya persengkongkolan para pihak mengambil manfaat untuk kepentingan pribadi atau kelompok untuk melakukan kejahatan luar biasa yang melanggar hukum seperti korupsi.

“Marwah pemerintahan dan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah pun ikut merosot gara-gara kasus korupsi ini. Hal ini bisa berdampak pada tingginya angka golput dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum (Pemilu),” kata Sam Anas sapaan akrabnya.

Tingginya potensi korupsi massal di daerah, kata Anas menjadi cerminan kegagalan fungsi DPRD dalam menjalankan perannya, khususnya pada konteks pembahasan APBD.

Di momentum Hari Anti Korupsi Sedunia yang diperingati setiap tanggal 9 Desember, Ia berharap peristiwa semacam ini jadi catatan utama bagi seluruh pihak, khususnya pembuat kebijakan untuk menutup celah-celah korupsi dalam pembahasan APBD antara eksekutif dan legislatif di daerah.

Lanjut Wakil Ketua Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) Malang Raya tersebut, melihat praktik semacam ini seharusnya bisa dicegah jika kepala daerah konsisten menggunakan sistem elektronik atau e-budgeting dalam perencanaan hingga penganggaran keuangan daerah.

Menurut pria dua anak ini, pemerintah pusat sudah mengeluarkan peraturan perihal sistem penganggaran elektronik ini, tetapi sebagian besar daerah belum menerapkannya. Penyusunan APBD di Indonesia saat ini masih bersifat konvensional.

“Penyusunan APBD harusnya lebih transparan dan akuntabel. Salah satunya melalui penerapan sistem E-budgeting. Melalui sistem E-budgeting, dapat diminimalisir kemungkinan terjadi penyalahgunaan wewenang oleh siapapun baik eksekutif maupun legislatif,” pungkas pria yang juga maju sebagai calon DPRD Kota Malang dapil sukun dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.(Der/Aka)